inspirasi
Kisah Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Penuh Keteladanan
Nama Hoegeng tidak asing sebagai tokoh polisi teladan di era Orde Lama. Bahkan sosoknya masih dikenang sampai hari ini.
Karena kejujurannya, sampai sosoknya kemudian sering disanjung oleh Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Kejujuran dan dedikasinya menjadi sejarah tersendiri di kepolisian di Indonesia. Beginilah sekilas tentang keteladanan dari sosok polisi Hoegeng.
Baca juga: Mengenal ‘Lagom’, Gaya Hidup ala Skandinavia yang Bisa Bantu Hidup Bahagia
Pernah mengemban amanah pada jabatan-jabatan strategis
Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 dan meninggal di Jakarta, 14 Juli 2004.
Selain menjadi Kapolri ke-5, Jenderal Polisi ini juga pernah mengemban amanah pada jabatan-jabatan strategis di beberapa kementerian pada era Presiden Soekarno.
Kedisiplinannya tercermin bukan saja ketika beliau bertugas di institusi kepolisian, tetapi juga saat memegang jabatan-jabatan sipil.
Hoegeng pada tahun 1960 sempat bertugas sebagai Kepala Jawatan Imigrasi (sekarang Direktorat Jenderal Imigrasi).
Kemudian pada tahun 1965 sebagai menteri Iuran Negara, dan terakhir tahun 1966 sebagai Menteri Sekretaris Negara Kabinet.
Berdedikasi dalam menjalankan tugasnya
Dalam menjalankan tugasnya, baik di kepolisian ataupun lembaga sipil Negara, Jenderal Hoegeng terkenal berdedikasi dan tidak memanfaatkan posisi untuk keuntungan pribadi
Misalnya pada saat beliau menjadi Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Sumatera Utara. Pengusaha setempat menyiapkan semacam ‘upacara penyambutan’, termasuk penginapan dan kendaraan, tapi ia tidak menerima semua fasilitas itu.
Sebelum ke Medan, rekannya di kepolisian sempat memperingatkan supaya bersikap hati-hati. Sempat mempertimbangkan keputusannya, ia pada akhirnya mantap untuk berangkat ke Medan.
Sudah menjadi rahasia umum di Medan saat itu, bahwa pejabat negara ‘bisa dibeli’ oleh kelompok pengusaha yang menjalankan beberapa bisnis gelap.
Konon, bisnis gelap itu menggeliat lantaran ada backing dari oknum kepolisian dan tentara. Tapi sosok Hoegeng tetap seperti sebelumnya yang lurus dan tidak menerima sogokan apapun.
Dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana
Sepanjang hidupnya, Jenderal Polisi Hoegeng dikenal sebagai sosok pribadi yang begitu sederhana. Bahkan jabatan-jabatan strategisnya tidak menjadikannya tergoda untuk mengambil keuntungan.
Sebagai contoh saat beliau menjadi Menteri Iuran Negara yang memungkinkan dirinya memanfaatkan jabatan, tapi Jenderal Hoegeng hanya menjalankan tugasnya.
Bahkan putra Hoegeng, yaitu Aditya Soetanto Hoegeng mengakui kesederhanaan di keluarganya.
“Meskipun Papi pernah menjadi menteri dan Kapolri, kami hidup dalam ekonomi yang pas-pasan. Bahkan adakalanya kekurangan.”
Baca juga: Pulau Hashima, Pulau Hantu di Jepang yang Punya Sejarah Kelam
Banyak menangani kasus besar
Sejumlah kasus besar itu antara lain; penembakan mahasiswa ITB bernama Rene Conrad oleh mahasiswa Akademi Angkatan Bersenjata RI (AKABRI), kasus pemerkosaan Sam Kuning di Yogyakarta yang menyangkut anak-anak pejabat, dan juga penyelundupan mobil-mobil mewah oleh pengusaha Robby Tjahjadi.
Saat itu tahun 1970-an ada ribuan mobil mewah yang berusaha diselundupkan ke Indonesia tanpa bayar bea masuk.
Dari ribuan itu, hanya ratusan yang akhirnya berhasil diamankan oleh pihak polisi. Beberapa di antaranya bisa lolos karena oknum-oknum aparaturnya diduga terlibat kasus Robby Tjahjadi.
Seperti disampaikan di dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan yang disusun oleh Suhartono, ada satu hal yang membuat Hoegeng sangat kecewa.
Hoegeng bermaksud melaporkan kasus besar itu kepada Presiden Soeharto. Tapi kemudian beliau terkejut sesampai di Jalan Cendana Nomor 8, Menteng. Ternyata Robby Tjahjadi lebih dulu menghadap Presiden Soeharto.
Terkenang sebagai sosok yang berani menangani kasus besar, tapi hal itu kemudian justru dianggap berimbas pada berakhirnya karier Hoegeng sebagai Kapolri.
0 comments