inspirasi
Park Chung Hee, Diktator Pembawa Kemajuan Pesat Korea Selatan
Park Chung Hee termasuk sosok fenomenal di Korea Selatan. Berbagai kebijakannya sejak Korea merdeka dari Jepang cukup banyak yang memicu banyak kontroversi.
Meskipun dikenal sebagai seorang diktator, tapi ia masih dianggap sebagai presiden terbaik yang pernah memimpin Korea Selatan.
Hasil dari kepemimpinannya terlihat pada banyak hal: pemulihan perekonomian negara, pembangunan jalan tol Gyeongbu, pembangunan desa (saemaul undong), sampai mengubah konstitusi.
Di balik kemajuan yang dicapai, ternyata ada ancaman besar yang mengancamnya sampai akhir hayat. Lantas bagaimana sepak terjang Park Chung Hee selama memimpin negaranya?
Baca juga: Mengenal Nicolas Jacques Conte, Sosok Ilmuwan Penemu Pensil Modern
Tidak banyak orang yang memahami pemikirannya
Saat Park Chung Hee mulai jadi presiden, Korea selatan masih jauh dari maju dalam segala hal. Bahkan negaranya masih mengalami krisis ekonomi setelah Perang Korea pada tahun 1953.
Terkait kebijakan pembangunan negara, memang pemikiran-pemikirannya sering dinilai sangat orisinil, terlalu berani, dan tidak mudah dipahami oleh orang lain.
Salah satu gagasannya yang kontroversial adalah ketika ia membuka peluang kerjasama perdagangan antara Korea selatan dan Jepang.
Kebijakannya awalnya ditentang banyak pihak karena negaranya terpaksa bekerja sama dengan negara yang pernah menjajahnya.
Kebijakannya jadi fondasi kemajuan ekonomi Korea selatan
Setelah perjanjian di bidang ekonomi dengan Jepang ditandatangani, Korea Selatan mendapat pinjaman modal 200 juta US$ dari Jepang.
Saat itu fokusnya adalah perbaikan beberapa industri besar yang masih dikuasai para chaebol atau konglomerat Korea. Tidak hanya itu, Jepang juga memberi bantuan tenaga ahli teknologi.
Dan Sneyder, professor dari Universitas Standford mengatakan bahwa pinjaman besar dari Jepang saat itu merupakan benih untuk pertumbuhan industri Korea selatan yang seperti sekarang.
Memimpin pembangunan jalan tol Gyeongbu Expressway
Selain berinvestasi pada perbaikan industri, fokus selanjutnya adalah pada pembangunan infrastruktur jalan tol.
Tidak langsung berjalan lancar, bahkan ada oknum yang sengaja menciptakan narasi negatif dan cenderung pesimis. Saat itu Korea selatan hanya memiliki pendapatan per kapita nasional 142 US$D.
Dinilai masih terlalu kecil, negaranya disebut belum membutuhkan jalan tol. Tapi pembangunan jalan tol sepanjang 428 kilometer yang kemudian disebut Gyeongbu Expressway tetap dilanjutkan.
Menurut pengamat ekonomi Korea Selatan, keuntungan negara karena adanya jalan tol itu mencapai lebih dari 200 miliar won setiap tahun.
Baca juga: Terlihat Indah, Cerita Disney Ternyata Menyimpan Kisah Asli yang Kelam
Mengubah aturan konstitusi Korea dan memimpin secara otoriter
Pada tahun 1971 Park Chung Hee mengarahkan perubahan konstitusi Korea Selatan sehingga masa jabatannya lebih lama dan kekuasaannya lebih besar.
Masih dalam tahun yang sama, ia menekan demonstrasi dengan cara mengirimkan tentara untuk berjaga di kampus lalu melarang semua pergerakan politik.
Media juga mendapat arahan tentang bagaimana seharusnya memberitakan peristiwa. Media yang melanggar akan akan dibreidel. Akademisi yang berpihak pada oposisi terancam dipenjara.
Salah satu sikap otoriter dan represifnya adalah pada kasus penculikan Kim Dae Jung, lawannya pada pemilu Korea selatan 1971.
Akhir hayatnya terbunuh oleh teman sendiri
Park Chung Hee memang memiliki peran penting dalam kemajuan di negaranya, tapi gaya memimpinnya yang terkesan seperti diktator juga memicu konflik dengan banyak pihak.
Konflik itu tidak hanya dengan pihak oposisi di dalam negeri, tapi juga dengan luar negeri seperti Korea Utara. Pernah terjadi percobaan pembunuhan yang dikenal dengan peristiwa Blue House Raid.
Percobaan pembunuhan yang kedua terjadi saat pidato hari kemerdekaan Korea Selatan, 15 Agustus 1974. Naas, tembakan dari simpatisan Korea Utara mengenai Yuk Young Soo, istri Park Chung Hee yang kemudian meninggal di rumah sakit.
Sempat terhindar dari ancaman pembunuhan dari musuh, tanggal 26 Oktober 1979 ia akhirnya tewas di tangan teman baik sekaligus bawahannya sendiri.
Kim Jae Gyu, Kepala Badan Intelijen Korea Selatan saat itu mengarahkan tembakan ke bagian kepala pada suatu acara makan malam.
0 comments