inspirasi
Dikenal sebagai Bapak Dongeng Dunia, H.C. Andersen Punya Kisah Hidup yang Pilu
Apakah kamu pernah membaca kisah The Little Mermaid yang begitu terkenal sampai menjadi simbol cinta yang ikonik di Kopenhagen? Atau kisah seorang Gadis Korek Api yang mengharukan?
Kedua kisah tersebut adalah mahakarya Hans Christian Andersen, seniman besar dari Denmark yang terkenal sebagai Bapak Dongeng Dunia.
Karya-karya besarnya sangat disukai banyak kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Hingga kini karyanya sudah diterjemahkan ke lebih dari 120 bahasa di dunia
Dongeng H.C. Andersen juga pernah jadi inspirasi sejumlah film animasi terkenal. Bukan hanya penulis dongeng, ternyata karyanya juga berupa naskah drama, novel, dan cerita perjalanan.
Ironisnya, meski dikenal dengan ceritanya yang menghibur anak-anak, sepanjang hidupnya bergelut dengan kesepian dan suasana yang pilu.
Baca juga: Punya Banyak Keistimewaan, Hewan Mitologi Unicorn Jadi Lambang Nasional di Skotlandia
H.C. Andersen mulai kenal dongeng dari sang ayah dan imajinasinya berkembang
Hans Christian Andersen dilahirkan di Kota Odense, Denmark pada tanggal 2 April 1805. Tumbuh dari keluarga dengan strata rendah di tatanan masyarakat saat itu, hidupnya terbilang kurang beruntung sejak kecil.
Ibunya bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan ayahnya seorang pengrajin sepatu.
Ayahnya yang mengenali bakat sang anak sejak kecil, sering berkreasi dengan gambar-gambar dan juga membacakan banyak dongeng.
Sejak saat itu, imajinasinya berkembang. Sang ayah pun sering mengajak menyaksikan pertunjukkan teater.
Di sisi lain, ayahnya juga jarang terlihat bahagia dengan pekerjaannya. Tidak seperti saat mendongeng.
“…aku melihatnya begitu bahagia, karena sepanjang waktu dalam kehidupannya, ia tidak pernah benar-benar merasakan kebahagiaan sebagai seorang pengrajin sepatu,” tulisnya dalam autobiografi The True Story of My Life (1846).
Menjalani masa remaja yang berat karena sering menjadi korban bullying
Dongengnya memang bertabur banyak kisah manis yang mengandung banyak pesan kebaikan untuk anak-anak. Hal ini sebenarnya ironis karena dalam kehidupannya sendiri tidak akrab dengan anak-anak.
Ia cenderung penyendiri dan suka baca buku. Di sekolah, teman-temannya banyak yang melakukan bullying terhadapnya.
Alasannya adalah karena tampilan fisiknya yang dianggap aneh, terlalu kurus, suaranya seperti perempuan, dan ia bukan termasuk murid pintar di kelas.
Yang paling parah adalah sebuah peristiwa pahit pelecehan seksual oleh teman-teman sebayanya.
Saat itu teman-temannya jahil merobek pakaiannya, hanya demi memastikan bahwa ia benar-benar laki-laki. Karena trauma itulah, kehidupan percintaannya di kemudian hari juga terbilang rumit.
Baca juga: Ancient Ram Inn, Penginapan Paling Angker di Inggris yang Dibangun di Bekas Kuburan
Mulai menghasilkan karya terbaik dalam kondisi pergolakan batin
Meskipun kehidupannya sulit, tapi ia tidak menyerah untuk mengembangkan potensinya.
Sebelum sukses dengan kisah dongeng, ia sempat mencoba peruntungan untuk jadi penyanyi, penari, penulis skenario, bahkan aktor teater.
Walau ujung-ujungnya bertemu kegagalan demi penolakan. Di titik tersulit hidupnya, impian besarnya masih hidup.
Secercah harapan muncul ketika ia bertemu Jonas Collin, sutradara di Royal Theatre Kopenhagen.
Melihat adanya bakat, kemudian pendidikannya dibiayai Keluarga Collin. Sampai ia diterima di Universitas Copenhagen, tempat di mana karir penulisannya makin melejit.
Beberapa tahun sesudahnya adalah momen yang menantang. Ia sukses menerbitkan dongeng-dongeng terbaiknya, termasuk The Little Mermaid.
Di saat yang sama, pergolakan batinnya menyiksa. Ia terjerat cinta yang menjadikannya frustrasi.
Bukan kepada wanita, tapi pada Edvard Collin yang tak lain adalah anak laki-laki Jonas Collin.
Konon kisah The Little Mermaid pada versi aslinya terinspirasi dari perasaannya yang tidak terbalas.
Sampai akhir hayat H.C. Andersen tidak pernah menikah tapi meninggalkan harta melimpah
Selesai dengan kewajiban pendidikan, ia habiskan bertahun-tahun untuk bertualang ke berbagai negara, lebih banyak menulis cerita, puisi, dan drama yang makin melambungkan namanya.
Nasibnya mulai membaik setelah karyanya dihargai di mana-mana. Ia sering diundang tokoh-tokoh penting, dan bahkan ditawari tempat tinggal gratis.
Karyanya menjadi kontribusi besar pada perkembangan dunia sastra. Meskipun kehidupan pribadinya cenderung getir dan sepi, tapi dunia mengenalnya sebagai maestro cerita yang abadi.
Hingga meninggal di usia 70 tahun, ia tidak pernah menikah tapi meninggalkan harta melimpah. Sebagai balas budi, ia wariskan seluruh hartanya pada Edvard Collin.
0 comments