inspirasi
Majalah Charlie Hebdo, Media Asal Prancis yang Sering Memicu Kontroversi
Majalah Charlie Hebdo sepertinya memang selalu punya cara untuk menarik perhatian. Sejak awal terbit, isinya memang banyak mengandung kritikan satir.
Disampaikan dengan karikatur bergaya khas, beberapa kali publikasinya menjadi kontroversi yang menggemparkan.
Yang paling menggemparkan adalah ketika suatu hari kontennya dianggap melecehkan sosok Nabi Muhammad.
Berbagai reaksi pun bermunculan dari berbagai penjuru dunia. Sebenarnya majalah Charlie Hebdo sempat berhenti beroperasi, tapi kemudian semakin dikenal karena kontroversinya.
Baca juga: Kisah Siren, Makhluk Mitologi Bersuara Indah Pembawa Malapetaka
Banyak menampilkan beragam laporan jurnalistik berbentuk karikatur satir
Majalah Charlie Hebdo adalah sebuah media dari Prancis yang pertama kali didirikan oleh Francois Cavanna pada tahun 1970.
Tapi pada bulan Desember 1981 sempat menghentikan operasinya cukup lama.
Sampai pada akhirnya tahun 1992, majalah ini beroperasi lagi. Terbitan pertamanya sejak vakum sekian lama bisa terjual sampai 100 ribu eksemplar.
Ciri khasnya memang sering menampilkan beragam laporan jurnalistik berbentuk karikatur satir dan sedikit sentuhan humor.
Sering kali majalah ini menyampaikan kritikan soal budaya, politik, isu masyarakat, dan juga agama.
Charlie Hebdo pada awalnya tidak begitu dilirik oleh warga Prancis. Baru ketika karikatur yang kontroversial menghebohkan dunia, warga Prancis jadi lebih banyak ingin tahu isinya.
Pihak redaksinya jeli memanfaatkan momen di saat banyak isu yang menyudutkan Islam.
Menganut prinsip bahwa kebebasan berekspresi seharusnya tidak dibatasi
Beberapa kali majalah ini menjadi sorotan dunia sekaligus sasaran penyerangan karena kontennya yang dianggap menyimpang.
Mulai tahun 2006 ketika di dalamnya ada karikatur Nabi Muhammad. Seolah tidak pernah jera, tahun 2011, 2015, dan 2020 hal serupa terulang lagi.
Tentu saja reaksi masyarakat dunia selalu heboh, khususnya umat Muslim yang tidak memperbolehkan pembuatan gambar Nabi Muhammad dalam bentuk apa pun.
Sementara itu pihak Charlie Hebdo punya pandangan lain bahwa kebebasan berbicara (freedom of speech) dalam bidang jurnalistik seharusnya tidak dibatasi.
Termasuk pembuatan karikatur tokoh-tokoh penting dunia, bagi mereka adalah bentuk kebebasan berekspresi.
Baca juga: Kisah Si Manis Jembatan Ancol yang Tragis dan Menyeramkan
Sempat mendapat teguran dari Menteri Luar Negeri karena negara terkena imbasnya
Memang benar bahwa tradisi melempar humor gaya satir terhadap tokoh, sejarah, dan politik sudah lama dilakukan seniman dan media Prancis.
Tapi akan berbeda jadinya jika keamanan negara jadi terganggu, seperti kasus serangan pada kantor Charlie Hebdo tahun 2015.
Sebenarnya pihak negara Prancis sudah menegur dengan tegas agar redaksi Charlie Hebdo lebih bijak dalam membuat publikasi.
Laurent Fabius, Menteri Luar Negeri Prancis mengatakan bahwa sejak gemparnya karikatur Nabi Muhammad, negara pun jadi kena imbasnya.
Meskipun sering memicu protes dari berbagai penjuru dunia, majalah ini tidak berhenti menunjukkan ekspresi yang berani, walau seringkali banyak pihak terprovokasi.
Media yang dalam bahasa Inggris disebut Charlie Weekly memang konsisten dengan jalurnya yang berada di ‘sayap kiri’ dan anti agama.
Belum lama ini kembali membuat sensasi dan membuat presiden Turki geram
Kasus yang terbaru adalah pada bulan Oktober 2020 ketika karikatur presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan ditampilkan secara vulgar.
Erdogan digambarkan sedang duduk di sebuah kursi sambil memakai kaos dan pakaian dalam.
Tangannya yang sebelah kanan memegang minuman, sedangkan yang kiri mengangkat rok perempuan berjilbab.
Dalam pidato di parlemen, Erdogan menyatakan sikap geram. Alasannya bukan semata-mata karena adanya konten yang menghina dirinya, tapi lebih ke pasan yang disampaikan yang menghina agama Islam.
Kejaksaan Ankara sempat melakukan penyelidikan, tapi tidak ada laporan lebih lanjut seperti apa kelanjutannya.
0 comments