inspirasi
Bakong Gayo Khas Aceh, Tembakau Hijau yang Beraroma Ganja
Bakong Gayo termasuk sesuatu yang sudah familiar di wilayah Aceh. Aromanya memang mirip ganja dan sering membuat orang salah paham.
Meski sejauh ini tidak tergolong barang haram, ternyata beberapa kali memicu pro dan kontra untuk memakainya.
Tembakau hijau khas Aceh ini memang terkenal sebagai komoditas lokal, walaupun tidak semua orang di daerah asalnya pernah mencicipi.
Meskipun beraroma ganja, bakong Gayo biasa ditambahkan ke dalam bubuk kopi atau bahkan pada aneka masakan Aceh.
Baca juga: Ayam Kate, Bulunya Unik dan Dipelihara Sebagai Hewan Hias
Meskipun aromanya seperti ganja, tapi tidak menimbulkan halusinasi
Bakong atau tembakau Gayo asal Aceh adalah salah satu dari banyak jenis tembakau yang tumbuh di Indonesia. Ciri-cirinya tidak seperti yang ada pada tembakau biasanya.
Tidak seperti tembakau, malah lebih mirip ganja dan warna hijaunya benar-benar mencolok. Setelah dibakar, aromanya pun bisa mengecoh dan sedikit mencurigakan bagi orang-orang yang pernah menghirup ganja.
Ada sensasi panas sedikit ketika dihisap. Beberapa yang penasaran mencobanya pertama kali sempat takut kecanduan.
Pandangan miring juga masih melekat, meskipun sebenarnya bakong gayo adalah produk yang legal diperjualbelikan.
Berbeda dari ganja yang termasuk narkotika, bakong Gayo ternyata masih aman dari kemungkinan efek halusinasi. Efek kandungan nikotinnya sama dengan tembakau pada rokok pada umumnya.
Mulai banyak dikenal dan disukai oleh anak muda, bahkan di luar Aceh
Pada akhir tahun 2019 sempat ada peristiwa salah tangkap di Polres Bitung ketika ada pemuda yang terduga membawa sebuah paket berisi ganja.
Polisi pun justru merasa bingung bahwa ternyata paket yang disangka ganja adalah tembakau khas Aceh.
Ketika si pemuda dites laboratorium, hasilnya negatif. Memang tembakau hijau yang satu ini mulai banyak dikenal dan diminati anak muda. Bukan hanya menjadi komoditas andalan Gayo, tapi juga menjadi sovenir beberapa acara.
Dilansir oleh Komunitas Kretek, platform jual beli online sudah menjualnya secara bebas. Setiap 50 gram dijual dengan variasi harga, mulai Rp 20.000 sampai Rp 100.000.
Meskipun bebas, beberapa situs marketplace masih memberlakukan sebuah aturan verifikasi usia pembeli karena memang produknya dianggap bukan untuk semua orang.
Baca juga: Kisah Burung Garuda, Bebaskan Ibunya Sampai Jadi Lambang Negara
Daunnya dipetik saat masih muda dan tidak dijemur di bawah terik matahari
Beberapa tahun lalu, masyarakat petani tembakau di Gayo memang giat memproduksi bakong Gayo. Selain aromanya yang khas, warna hijaunya juga menjadi daya tarik tersendiri.
Ternyata para petani tembakau punya cara pengolahan yang berbeda. Warnanya memang hijau, tidak seperti tembakau pada umumnya yang coklat.
Warna hijaunya adalah karena daun dipanen saat masih muda, diperam enam hari, dipisahkan antara tulang dan daun, dicincang dengan pisau dan dijemur.
Dijemurnya bukan di bawah terik matahari, tapi di bawah cuaca mendung, atau justru malam hari.
Sesudah mengering, baru disimpan di dalam sebuah wadah yang kedap udara. Selain berpengaruh pada warna, daun yang dipetik saat muda juga mempengaruhi aroma menjadi lebih tajam.
Menguntungkan petani tembakau dan mengurangi risiko penyalahgunaan ganja
Dalam kadar tertentu, tembakau yang satu ini bisa bermanfaat untuk mengurangi risiko penyalahgunaan ganja karena aromanya memang mirip ganja, jadi bisa dipilih sebagai pengganti.
Para perokok aktif pun bisa menjadikannya alternatif yang lebih ekonomis. Bahkan beberapa penjual kreatif membuat varian rasa seperti rokok bermerk pabrikan.
Meskipun peredarannya dilegalkan, tapi tetap tidak disarankan untuk dikonsumsi secara bebas.
Sebagaimana anjuran untuk tidak merokok karena alasan kesehatan. Sampai sekarang, bakong Gayo masih banyak memberi keuntungan bagi para petani tembakau.
Permintaan beberapa tahun terakhir bukan hanya dari Aceh, tapi juga seluruh Indonesia. Permintaan yang tinggi dan tidak sesuai persediaan bisa berpengaruh pada harga yang tinggi.
0 comments