inspirasi
Ibnu Sina, Dokter Muslim Pencetus Metode Karantina
Nama Ibnu Sina dikenal sebagai Bapak Pengobatan Modern. Di dunia Barat, ia lebih dikenal sebagai Avicenna.
Dilahirkan dengan nama Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hassan Ali bin Sina, ia juga seorang filsuf, ilmuwan dan penulis yang produktif pada abad ke-10. Sebagian besar karyanya mengenai filsafat dan pengobatan.
Dilahirkan pada 980 Masehi di sebuah desa bernama Afsyanah, Uzbekistan. Walaupun sudah lama wafat, namanya masih kerap dikenang sebagai bagian dari ilmu kedokteran modern.
Salah satu karyanya adalah Qanun fi Thib atu The Canon of Medicine menjadi rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Baca juga: Kisah Kesederhanaan Bung Hatta, Tak Bisa Beli Sepatu Impian Lantaran Tabungan Tak Cukup
Minat belajar yang tinggi saat kecil dan kecerdasan di atas rata-rata
Keluarga Ibnu Sina merupakan pegawai pemerintahan saat itu. Namun ayah Ibnu Sina juga menjadi pendidik di luar pekerjaannya sebagai pegawai.
Pada zaman itu, tak banyak orang yang mendapatkan pendidikan dengan layak. Pendidikan tinggi bahkan hanya ditujukan untuk orang-orang yang ada di lingkup pemerintahan.
Inilah yang menjadi keuntungan bagi Ibnu Sina kecil yang memiliki keluarga dekat dengan lingkup pemerintahan. Ia pertama kali belajar Al-Quran dan sastra dari sang ayah.
Tidak hanya mengajari putranya secara langsung, sang ayah juga memanggil guru yang khusus mengajarkan ilmu dan menghafal Al-Quran. Tak heran jika pada usia 10 tahun, Ibnu Sina sudah menjadi penghafal Al-Quran.
Sejak kecil, ia juga telah mempelajari bidang keilmuan lainnya. Seperti matematika, geometri, fikih, sains dan kedokteran.
Saat masih anak-anak, Ibnu Sina juga telah mempelajari ilmu tafsir, ushuluddin, dan tasawuf. Keahliannya dalam berbagai bidang ilmu inilah yang membuatnya lebih cerdas dibandingkan anak-anak seusianya.
Sembuhkan penyakit raja di usia yang sangat muda
Kiprahnya sebagai dokter dikenal saat ia berusia 18 tahun. Saat itu ia berhasil menyembuhkan penyakit Raja Bukhara yang bernama Nuh bin Mansur. Raja dalam keadaan sakit parah dan tidak ada satupun dokter yang mampu menyembuhkan.
Nama Ibnu Sina saat itu dikenal luas karena berhasil mengobati berbagai penyakit pun akhirnya diundang ke istana. Berkat perawatannya, sang raja sembuh.
Berhasil menyembuhkan penyakitnya, hubungan Ibnu Sina dengan Nuh bin Mansur semakin dekat. Bahkan sang raja yang memiliki koleksi berbagai buku bagus di perpustakaannya pun mempersilahkan Ibnu Sina untuk membaca buku-bukunya.
Inilah yang membuat wawasannya makin berkembang dan berpengaruh terhadap bidang keilmuannya yang lain.
Berkontribusi besar di bidang kedokteran
Karya Ibnu Sina yang berjudul Qanun fit Thib telah diakui banyak orang. Buku ini memiliki beberapa pokok bahasan. Pertama, definisi mengenai ilmu kedokteran yang disertai penjelasan detail mengenai organ tubuh manusia.
Kedua, penjelasan mengenai jenis-jenis obat dan berbagai hal tentang obat-obatan. Ketiga, membahas berbagai penyakit yang diderita oleh penduduk Khwarezmia, khususnya gejala dan cara mengobati penyakit tersebut.
Keempat mengenai berbagai penyakit yang bisa ditemukan hingga saat ini dan yang kelima membahas mengenai obat-obatan dan cara meraciknya. Dilihat dari topik buku ini, tak heran jika menjadi panduan bagi ilmu kedokteran modern hingga saat ini.
Sudah berhadapan dengan wabah semasa hidup, Ibnu Sina ternyata sudah menerapkan prosedur kedokteran yang masih dipakai hingga saat ini. Ialah karantina yang berujuan untuk melawan dan memutus mata rantai wabah.
Ibnu Sina menciptakan konsep 40 hari isolasi pasien. Dalam bahasa Arab, metode ini disebut Al-Arba’iniya yang artinya 40 hari.
Ketika ilmu itu sampai di Eropa, penyebutannya berbeda. beberapa sejarahwan bahkan menganggap Al-Arba’iniya asal kata dari Quarantine.
Dulu karantina ini diterapkan pada wabah Black Death pada abad ke-14 dan 15, 5 abad usai kematian Ibnu Sina. Periode 40 hari karantina ini diterapkan oleh penumpang kapal sebelum turun ke Venesia.
Kini, dunia kembali menerapkan karantina untuk melawan pandemi covid-19.
Baca juga: Mengenal Minapadi, Sistem Pertanian Terbaik di Indonesia yang Diakui Badan Pangan Dunia
Kiprahnya tidak hanya bidang kedokteran, tetapi juga filsafat
Selain bidang kedokteran, Ibnu Sina juga mendapatkan pengakuan di bidang filsafat. Ia mendapat gelar asy-Syaikh ar-Rais atau Guru Para Raja.
Dalam bidang filsaat ini ia memiliki cara berpikir keagamaan yang sangat mendalam. Hal ini yang akhirnya berpengatuh pada cara pandang filsafatnya.
Ibnu Sina meyakini bahwa alam diciptakan seara emanasi. Maksudnya adalah memancar dari Tuhan. Ia juga mengemukakan pemikirannya mengenai jiwa dan kenabian. Pendapatnya adalah nabi merupakan manusia terunggul dan nabi merupakan pilihan Tuhan.
Sedangkan filsuf hanya menerima ilham sedangkan nabi menerima wahyu. Itulah yang menyebabkan ajaran yang dibawa nabi harus menjadi pedoman bagi manusia.
Menjadi penulis yang sudah menulis lebih dari 400 buku
Sebagai penulis, Ibnu Sina juga termasuk sangat produktif. Selama hidupnya, ia sudah menulis kurang lebih 450 buku. Sebagian besar karyanya fokus pada filsafat dan kedokteran.
Ibnu Sina mulai menulis saat usianya 21 tahun. Karya pertamanya adalah Al-Majmu yang berisi kajian ilmu pengetahuan lengkap.
Dalam bidang filsafat, karyanya yang paling terkenal adalah As-Shifa, An-Najat, dan Al-Isyarat. Tidak hanya itu, ia juga menulis sejumlah puisi, syair dan karangan pendek yang diberi nama Maqallah.
Ibnu Sina wafat di usia 58 tahun karena sakit. Di penghujung usianya, ia masih aktif menghadiri sidang majelis ilmu di Isfahan.
Sampai akhir hayatnya jugalah ia masih dikenal dermawan lantaran sering bersedekah pada fakir miskin, memerdekakan budak dan juga makin tekun membaca Al-Quran.
0 comments