inspirasi
Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil, Sosoknya Jarang Diketahui
Saat masih duduk di bangku TK, kemungkinan besar kamu sudah pernah menyanyikan lagu Bintang Kecil. Kebanyakan anak kecil di Indonesia belajar menyanyi dengan lagu yang satu ini.
Lagunya sederhana, baik dari segi nada maupun lirik. Liriknya pun cenderung imajinatif dan sesuai dengan jiwa anak-anak yang penuh rasa ingin tahu.
Lagunya memang terkenal, tapi sayangnya belum banyak yang tahu siapa penciptanya. Ternyata sosok pencipta lagu Bintang Kecil adalah komponis bernama Raden Geraldus Daldjono Hadisudibjo atau lebih akrab dipanggil Pak Dal.
Pak Dal pencipta lagu Bintang Kecil juga merupakan seorang guru yang dekat dengan murid-muridnya. Inilah kisah hidupnya.
Baca juga: Fenomena Aphelion, Dianggap Memicu Suhu Dingin di Bumi
Sudah memiliki panggilan jiwa untuk bermusik dan mendidik anak-anak
Pak Dal adalah seorang pencipta lagu anak-anak yang juga satu generasi dengan Pak Kasur dan Ibu Sud. Sejak usia muda, panggilan jiwanya adalah mendidik, bermusik, membuat lagu, dan mengajarkannya kepada anak-anak.
Meskipun jasanya besar dan karyanya sangat melegenda, tapi ternyata namanya seolah ‘ditakdirkan’ untuk tidak begitu terkenal dibandingkan Ibu Sud dan Pak Kasur.
Sebelum menjadi seorang pendidik, ia pernah menempuh pendidikan keguruan Kweekschool setara SMA di era Hindia Belanda pada tahun 1928.
Masa kecilnya dijalani di antara dua kota yaitu Solo dan Yogyakarta, tapi kemudian pindah karena sekolahnya berlokasi di Muntilan, Jawa Tengah.
Mengajarkan not balok dengan cara yang mudah dimengerti murid-muridnya
Ia memulai untuk menjajaki bidang musik sejak bergabung di paduan suara gereja. Di gereja, ia sering dipercaya untuk menjadi soloist, walau sebenarnya lebih berminat memegang biola.
Gurunya yang bernama Pater J. Awiek SJ selalu memberikan dukungan untuk terus menekuni bakatnya di dunia musik.
Setelah lulus sekolah, ia langsung menjadi seorang guru musik untuk SD di tiga tempat. Caranya memperkenalkan not balok cenderung gampang dipahami oleh para siswanya karena menggunakan bahasa sederhana.
Tidak hanya mengajar SD, ia pun sempat mengajar SPG (Sekolah Pendidikan Guru) di Yogyakarta. Kesungguhannya dalam mengajar dan melatih kemampuan muridnya menjadikan sosoknya istimewa bagi banyak orang.
Selain memakai alat-alat musik yang disediakan sekolah, ia juga sering membawa sendiri alat musik gambang berukuran kecil ke dalam kelas sebagai alat bantu mengajar.
Sering memotivasi agar murid-muridnya juga bisa menciptakan lagu sendiri
Meskipun di kelasnya belajar teori yang mendalam seputar musik muridnya ditekankan untuk rajin-rajin mempraktikkan apa yang sudah diajarkan.
Bahkan ia memotivasi para muridnya untuk menciptakan lagunya sendiri, khususnya lagu anak-anak.
Harapannya adalah agar kelak murid-muridnya bisa menampilkan lagu ciptaan sendiri di depan anak-anak dan tentunya punya hubungan yang dekat dengan anak kecil.
Ikatan batinnya dengan muridnya begitu kuat, sehingga banyak muridnya yang masih senang mengunjunginya saat sudah lulus.
Murid-muridnya yang sudah jadi guru banyak minta saran atau nasihat soal pendidikan anak atau sekadar minta diktat salinan lagu-lagu karyanya.
Kedekatannya dengan para murid sudah seperti keluarga sendiri. Melalui perannya sebagai pendidik di sekolah, ia juga dipertemukan dengan wanita bernama Siti Purnami yang kemudian menjadi istrinya.
Dari pernikahannya terlahir anak A. Riyanto, yang juga menjadi seorang musisi.
Baca juga: Apa Itu Drone Emprit, Konsep Kerja, dan Manfaatnya
Memperkenalkan lagu untuk anak-anak ketika menjadi penyiar radio Jepang
Pada era pendudukan Jepang, pekerjaannya bertambah yakni menjadi penyiar radio untuk siaran musik. Kebijakan pemerintah Jepang saat itu mengizinkan penyiar untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Ia sangat bersemangat untuk menuliskan lagu anak-anak berbahasa Indonesia untuk disiarkan melalui radio Jakarta, Yogyakarta, dan Solo. Melalui siarannya, lagu-lagu berbahasa Indonesia diputar di sela-sela lagu Jepang.
Saat kekuatan Jepang sudah melemah pada akhir Perang Dunia II, secara perlahan ia menghilangkan lagu Jepang dalam siarannya dan menggantinya dengan lagu bahasa Indonesia.
Produktivitasnya dalam berkarya tidak diragukan lagi. Bahkan ia pernah dalam waktu sehari menciptakan enam lagu. Sejak zaman pendudukan Jepang, ia sudah mengumpulkan seratus karya menjadi bentuk diktat.
Walau namanya tidak begitu terkenal, tapi karyanya tetap menjadi legenda
Menurutnya, setiap seniman tentu pernah melewati ‘masa subur’ dalam berkarya. Seolah-olah, segala hal yang dilihat dan didengarnya langsung bisa dituang menjadi susunan lirik dan nada.
Lagu Bintang Kecil diciptakannya dengan tulus agar anak-anak bisa bernyanyi sesuai umurnya. Lagu-lagunya yang lain kebanyakan bertema pendidikan dan budi pekerti, misalnya lagu yang berjudul Peramah dan Sopan.
Kegelisahan terbesarnya adalah ketika anak-anak Indonesia terpaksa harus menyanyikan lagu dewasa yang lebih terkenal, tapi kurang mendidik.
Sampai hari tua, karyanya masih terus dinikmati dan mewarnai masa kecil anak-anak Indonesia.
Setelah wafat pada tahun 1977, namanya memang tidak banyak dikenal masyarakat zaman sekarang, tapi lagu Bintang Kecil ciptaannya masih melegenda.
0 comments