inspirasi
Lyudmila Pavlichenko, Sniper Wanita yang Ditakuti Tentara Nazi
Ada banyak peristiwa dan sosok penting di Perang Dunia II yang pantas untuk diabadikan sejarah. Sepanjang pertempuran ada banyak orang yang berjuang secara heroik, misalnya Lyudmila Pavlichenko.
Ia merupakan sosok wanita pemberani yang menjadi penembak atau sniper mematikan di barisan Uni Soviet.
Tidak banyak wanita yang bersedia mengambil peran berisiko di garda depan medan perang, tapi Pavlichenko menjadi sejarah tersendiri.
Ia banyak merasakan pengalaman hidup yang menantang dan penuh ancaman untuk membela negaranya.
Lalu seperti apa sebenarnya sosok Lyudmila Pavlichenko yang sempat membuat tentara Nazi ketakutan?
Baca juga: Park Chung Hee, Diktator Pembawa Kemajuan Pesat di Korea Selatan
Menyimpan dendam pada tentara Nazi yang merusak kampusnya
Sejak masih remaja, ia memang sudah terbentuk menjadi wanita tangguh dan kompetitif. Kegemarannya dalam hal olahraga dan berburu membawanya bergabung ke klub menembak di daerahnya.
Meski ia sudah bekerja, menikah, dan punya anak saat baru 16 tahun, tapi ambisinya masih sangat besar. Ia sempat belajar di Universitas Kiev, Ukraina.
Tapi ia terpaksa untuk berhenti kuliah karena kampusnya hancur dibombardir tentara Nazi pada tahun 1941.
Saat itu Nazi Jerman di bawah komando Adolf Hitler juga menyerang beberapa wilayah Uni Soviet. Berawal dari dendam pada Nazi, ia mendaftarkan diri menjadi seorang sniper di Uni Soviet.
Dijuluki ‘Lady Death’ oleh tentara Nazi karena taktiknya yang mematikan
Pertempuran Odessa 1941 menjadi kesempatan baginya untuk melatih strateginya. Selama bertugas, ia menunjukkan daya tahan sekaligus taktik yang berhasil memperdayai tentara Jerman.
Ia menuju ke garis depan tentara musuh lalu kembali di malam hari. Tanpa gerakan, ia bertahan berjam-jam dalam posisi berbaring dan berjaga-jaga sebelum tiba kesempatannya untuk menembak.
Pada Pertempuran Odessa itulah, ia berhasil menghabisi 187 nyawa tentara Nazi, termasuk di dalamnya sniper Jerman.
Peperangan berlanjut di Sevastopol. ia semakin banyak membantai pasukan Nazi yang tercatat sampai 309 jiwa. Sejak saat itu ia dijuluki Lady Death karena taktiknya yang mematikan menjadi ancaman tersendiri bagi tentara Nazi.
Dipandang sebelah mata sebagai alat propaganda Uni Soviet
Karena alasan politik, Komandan Tertinggi Uni Soyet memerintah untuk segera menyelamatkannya dari serangan. Ia sempat dikeluarkan dari front Sevastopol.
Saat masih berlangsung Perang Dunia II dan setelah peperangan ada beberapa pandangan miring mengarah padanya.
Sebagaimana sniper Uni Soviet lain, ia dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai alat propaganda Uni Soviet dalam pengembangan ideologi komunisme.
Saat perjumpaan dengan ibu negara Amerika Serikat, Eleanor Roosevelt pada tahun 1942, namanya cukup melambung. Ia juga merupakan warga pertama Uni Soviet yang diterima di Gedung Putih oleh Presiden Amerika Serita saat itu, Franklin D. Roosevelt.
Ia yang sudah bercerai dari suaminya kemudian jadi idaman pra pria Amerika karena gagasannya tentang feminisme.
Ada yang cukup mengganggu dirinya, yaitu saat wartawan Amerika menyorotinya hanya karena pilihan pakaiannya yang terkesan tidak feminim.
Baca juga: Mengenal Nicolas Jacques Conte, Sosok Ilmuwan Penemu Pensil Modern
Sempat mengalami trauma dan depresi berat sampai akhir hayat
Sepanjang karirnya sebagai sniper wanita yang ditakuti musuh, ia juga pernah terkena tembakan dan luka parah empat kali.
Tidak hanya dirinya yang terluka, tapi seorang pria yang konon sangat dicintainya meninggal di medan perang. Sempat ada upaya penyelamatan dan menyeretnya dari medan tempur, tapi pria itu meregang nyawa.
Hal itulah yang membuatnya kemudian mengalami gangguan stres pasca trauma yang cukup parah.
Dipandang sebagai penembak jitu sepanjang masa, Lyudmila Pavlichenko akhirnya meninggal karena sakit stroke, kecanduan alkohol, trauma, dan depresi berat.
Saat ia baru berusia 58 tahun dan meninggal di dalam pelukan anaknya.
0 comments