inspirasi
Mengenal Everdina Broering, Perawat Belanda yang Jadi Istri dr. Soetomo
Sejarah Indonesia tidak terlepas dari jasa sosok dr. Soetomo sebagai pendiri Boedi Oetomo. Organisasi Boedi Oetomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 bersama para mahasiswa STOVIA.
Kiprahnya dalam perjuangan bangsa ini memang sudah tercatat abadi dalam sejarah. Bahkan kegigihannya membuat Indonesia dapat mengalami sebuah batu loncatan baru di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Tapi barangkali belum semua orang tahu tentang menariknya kisah romansa dr. Soetomo dengan sosok istrinya, Everdina Broering yang merupakan perempuan Belanda.
Baca juga: Ratu Isabella, Sosok Kejam di Balik Berakhirnya Peradaban Islam di Andalusia
Bertemu saat keduanya bekerja di rumah sakit Blora
Istri dr. Soetomo, Everdina Broering adalah seorang perawat yang pernah mengabdi di Rumah Sakit Blora. Keduanya bertemu untuk pertama kalinya pada 1917. Dr. Soetomo saat itu juga mengabdi di rumah sakit Blora itu setelah dipindahtugaskan dari Sumatera.
Dalam buku Kenang-kenangan Dokter Soetomo yang diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan pada tahun 1984, dr. Soetomo mengungkapkan ketertarikannya pada sang suster Belanda.
“Romannya yang pucat geraknya yang kurang berdaya itu, telah menarik perhatian saya. Saya ingin mengetahui penderitaan apakah yang sedang diderita oleh suster itu. Ternyata suster ini adalah orang yang lagi dirundung malang, sedang hidup dalam kesusahan,”
Memutuskan untuk segera menikah
Seperti yang disebutkan dalam buku lainnya yaitu Surabaya Punya Cerita yang ditulis Dhahana Adi, suami Everdina Broering baru saja meninggal pada tahun 1917. Setelah itu ia memilih mengabdikan diri sebagai perawat di Rumah Sakit Blora, sekaligus untuk mengobati kesendiriannya.
Seperti sudah digariskan, dr. Soetomo yang sebelumnya bertugas di Sumatera juga dipindahtugaskan sebagai dokter ke Blora. Akhirnya mereka pun bertemu dan perasaan di antara keduanya pun tumbuh.
Hubungan mereka yang awalnya teman kerja, terus berlanjut menjadi asmara. Bahkan keduanya tidak lama kemudian berkomitmen untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Karena perbedaan latar belakang masing-masing, niat mereka mendapat pertentangan dari berbagai pihak, khususnya dari keluarga Everdina dan teman-teman sepergerakan dr. Soetomo.
Sebagai seorang tokoh yang aktif di pergerakan, dr. Soetomo dipandang tidak semestinya menikah dengan perempuan Belanda.
Akan tetapi, pertentangan itu tidak membuat mereka lantas menyerah begitu saja. Keduanya tetap bisa menikah sambil menjalani hidup sederhana.
Baca juga: Laksamana Cheng Ho, Pelaut Tionghoa yang Berjasa dalam Perkembangan Islam di Nusantara
Hidup sederhana di Amsterdam
Pada tahun 1919, dr. Soetomo mendapatkan kesempatan untuk memperdalam ilmu tentang penyakit kulit dan kelamin di Belanda dengan beasiswa dari pemerintah Belanda. Everdina pun ikut berangkat, sekaligus pulang ke kampung halamannya.
Kesempatan itu menjadikan dr. Soetomo bisa menjalin hubungan yang baik bersama keluarga istrinya di Amsterdam. Di kota itulah mereka menjalani hidup sederhana dengan segala suka dan dukanya selama kurun waktu empat tahun.
Sepanjang pernikahannya, kehidupan meraka berdua bahagia dan harmonis, meski keluarga kecilnya tidak dikaruniai anak.
Sementara itu, kesibukan dr. Soetomo semakin bertambah. Tapi, Everdina tetap setia dan terlihat tegar mendampingi tanpa keluhan.
Namun siapa sangka di balik ketegaran Everdina selama mendampingi dr. Soetomo, ada beban dalam dirinya. Udara Surabaya sepertinya tidak cocok untuk Everdina. Ia pun menderita asma akut.
Everdina yang sakit harus meninggalkan Surabaya untuk beberapa waktu. Dalam masa perawatan, Everdina butuh tinggal di tempat yang lebih sejuk, yakni di daerah lereng Gunung Penanggungan, Celaket, Kota Malang. Dua minggu sekali, dr. Soetomo sempatkan menjenguk.
Saling setia hingga akhir hayat
Sayangnya, kondisi Everdina semakin lemah. Perempuan Belanda itu akhirnya menghembuskan napas terakhir di Malang.
Bahkan Everdina yang sudah lama berjuang dengan sakitnya meninggal tepat di pangkuan sang suami pada tanggal 17 Februari 1934 pukul 09.10.
Koran Algemeen Handlesblad mengumumkan pada 19 Februari 1934 Nyonya Soetomo meninggal dunia akibat penyakit pernafasan. Sepeninggal Everdina, dr. Soetomo tidak menikah lagi sampai akhir hayat.
0 comments