inspirasi
Mengenal Guan Yu, Jenderal Perang Tiongkok yang Dihormati karena Kesetiaannya
Guan Yu adalah salah satu jenderal perang terkenal dari Tiongkok yang hidup antara tahun 160-220 M. Sosoknya dipandang layaknya tokoh suci yang melindungi rakyat.
Hal yang menjadikannya terhormat bukanlah kemampuannya berperang, tapi justru kesetiaan dan sikapnya dalam membela kebenaran.
Sebagai sosok berpengaruh, kisah hidupnya diceritakan dalam beberapa karya sastra klasik sampai film-film modern.
Patungnya dibangun di beberapa lokasi dengan ukuran besar. Meskipun ada riwayat tindak kekerasan yang dilakukannya, ia tetap menjadI bagian penting budaya dan sejarah di Tiongkok.
Baca juga: Kisah Osman Gazi, Sang Pendiri Kesultanan Ottoman yang Legendaris
Sosoknya sangat dihormati dan diagungkan setara dengan para dewa
Guan Yu berasal dari kota Hedong yang sekarang menjadi Yuncheng, Propinsi Shanxi. Ia juga dikenal dengan sebutan Kwan Ie, Kwan Kong, atau Guan Gong.
Guan adalah nama marganya, sedangkan Gong adalah gelar kehormatan yang disetarakan dengan dewa.
Tubuhnya tinggi, besar, dan terlihat kuat. Jenggotnya panjang dan wajahnya kemerahan. Ia dihormati dan diagungkan karena kejujuran dan kesetiaannya pada pemimpin.
Di kelenteng-kelenteng, banyak masyarakat yang memujanya secara istimewa.
Banyak lukisannya yang terpasang di hunian penduduk, bank, toko, kantor polisi, dan masih banyak lagi.
Tidak hanya dihormati karena kejujuran dan kesetiaannya, ia juga dipandang sebagai dewa pelindung yang menghindarkan rakyat dari malapetaka.
Sebagian negara-negara barat juga mengenalnya sebagai Tao God of War. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa ia merupakan jenderal militer terkenal dalam sejarah Tiongkok.
Dihormati semua kalangan karena memiliki kejujuran dan kesetiaan
Penganut Kong Hu Cu menganggapnya sebagai orang bijak. Penganut Taoisme menganggapnya sebagai sosok Dewa Penguasa Suci Guan, sedangkan penganut Buddha memandangnya seperti Sangharama Bodhisattva.
Begitu juga di kalangan masyarakat umum, ia adalah pelindung semua golongan mulai dari pejabat kepolisian, pemain opera, pandai besi, sampai organisasi kriminal.
Banyak pedagang yang melakukan pemujaan padanya karena ia adalah salah satu dewa kekayaan utama Tiongkok. Kaisar Tiongkok melihat ketaatan dan rasa hormatnya adalah nilai yang layak untuk disebarkan ke seluruh negeri.
Apa yang menjadikannya begitu dihormati semua kalangan? Ternyata bukan pada kekuatannya atau ciri fisiknya yang berwibawa. Tapi lebih kepada sifat zhongyi, yaitu gabungan antara kejujuran dan kesetiaan.
Baca juga: Amerigo Vespucci, Sosok Penjelajah yang Namanya Menjadi Inspirasi Amerika
Mampu menyamarkan diri dengan wajah merahnya saat masih jadi buronan
Wajah merahnya tidak terbentuk sejak lahir. Dikisahkan suatu hari ia sedang mengembara dan bertemu dengan orang tua yang menangis.
Ternyata orang tua yang ditemuinya kehilangan anak perempuan karena diambil oleh penguasa untuk dijadikan istri simpanan.
Sifatnya yang tidak suka melihat perbuatan sewenang-wenang kemudian mendorongnya untuk membunuh penguasa yang sudah membuat orang tua menangis.
Ia memaksa agar penguasa mengembalikan si anak perempuan pada orang tuanya. Tapi sayangnya, sikap heroiknya membuatnya jadi buronan. Ia berusaha lari menyelamatkan diri.
Sesampainya di daerah Dong Guan, ia membasuh muka di sungai kecil di lereng pergunungan. Setelah dibasuh, ternyata wajahnya berubah jadi merah sampai tidak bisa dikenali.
Ia pun bisa menyamarkan diri dan menyelinap di antara orang-orang yang akan menangkapnya.
Kisahnya tertulis di dalam karya roman sejarah yang populer di Tiongkok
Selama mengembara, ia bertemu Liu Bei dan Zhang Fei. Karena merasa cocok, Liu Bei dan Zhang Fei mengangkatnya jadi saudara. Di kebun persik, ketiganya bersumpah untuk berjuang demi negara.
Peristiwa perjanjian dikenal dengan Janji Persaudaraan di Kebun Persik (Tao Yuan Jie Yi) yang masih dikagumi dari generasi ke generasi karena dipandang sebagai tanda persaudaraan yang sejati.
Kisahnya yang panjang sampai akhir hayat juga tertulis di dalam karya roman sejarah yang populer, Roman Of Three Kingdoms (Sanguo Yanyi) karya Lo Guan zhong.
Semasa hidupnya ia memang pernah melakukan kekejaman yang ekstrem, seperti ketika melakukan pembunuhan penguasa, tapi sikap hormatnya menjadi semacam penyeimbang.
Bagaimanapun ia yang gugur dalam usia 60 tahun tetap diposisikan sebagai sosok pahlawan yang baik bagi rakyat.
Hal yang tidak sempurna dari dirinya membuatnya terlihat manusiawi, sehingga lebih bisa diterima orang-orang biasa.
0 comments