inspirasi
Muda dan Kaya Raya, Oei Tambah Sia Jadi Playboy Batavia dan Bernasib Tragis
Zaman dulu ketika kota Jakarta masih disebut dengan Batavia, hiduplah salah satu pemuda keturunan Tionghoa yang namanya Oei Tambah Sia.
Bekat warisan kekayaan dari sang ayah, ia ikut mencicipi kenikmatan hidup dan ketenaran. Meski hidupnya berkecukupan, tapi hasratnya kepada para perempuan tidak pernah tercukupi.
Dikenal sebagai playboy Batavia, kehidupannya penuh sensasi. Pada akhirnya nasib tragis harus diterimanya.
Baca juga: Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar
Terlahir dari keluarga kaya dan dermawan, tapi tabiatnya sangat buruk
Oei Tambah Sia hidup pada tahun 1827-1856. Nama belakang Sia menunjukkan bahwa ia merupakan keturunan dari pemimpin masyarakat Tionghoa di Batavia.
Sang ayah, Oei Thoa adalah seorang pengusaha kaya, punya pengaruh besar, dermawan, dan terkenal karena banyak kebaikannya di masyarakat.
Meski terlahir dari kalangan kaya raya dan terhormat, ia memiliki tabiat buruk yang melampaui batas. Ia hobi berjudi, mengadu ayam, menghisap opium, berganti-ganti pasangan, sampai merebut istri orang.
Bahkan ia memiliki modal untuk membayar germo langganan untuk menyediakan wanita cantik di rumah bordil. Sampai menikah pun, ia masih belum puas hanya dengan satu wanita saja.
Mendapat warisan harta yang sangat banyak setelah ayahnya meninggal
Sebagai seorang pria yang masih muda, banyak harta, tergolong rupawan, bisa dibilang bahwa ia punya segalanya.
Saat sang ayah meninggal, ia mendapat warisan usaha keluarga yang asetnya sangat besar.
Tak pernah merasakan kerja keras justru makin arogan karena merasa mendapatkan segalanya dengan mudah. Ia berpikir bahwa uangnya dapat memudahkan segala urusannya.
Satu lagi kelakuannya yang kurang disukai lingkungannya adalah pergaulannya dengan orang-orang Belanda yang punya jabatan tapi korup.
Tentang hasratnya pada para wanita cantik, ia biasa menyalurkan di sebuah resort miliknya di daerah Ancol yang bernama Bintang Mas.
Germonya sering memberikan pilihan beberapa nama wanita untuk menemaninya.
Dibebaskan untuk menikah dengan wanita pilihannya sendiri pada usia 17 tahun
Ibunya mulai khawatir dengan kebiasaannya yang berganti-ganti pasangan. Saat itu usianya 17 tahun dan diberi kebebasan untuk memilih gadis untuk jadi pendampingnya yang sah.
Padahal menurut adat setempat, perjodohan hanya dilakukan oleh orangtua. Pencarian jodohnya dilakukan ke beberapa wilayah seperti Pasar Baru, Glodok, dan Senen.
Di Gang Kenanga daerah Senen, saat melewati sebuah rumah keluarga Sim yang sedang terdengar ribut, ia menengok. Ternyata di sana ia bertemu dan langsung terpesona dengan anak gadis keluarga Sim.
Gadis itulah yang kemudian dipersunting, tentu dengan iming-iming pemberian harta benda.
Tidak lama setelah pertemuan, keluarganya menyelenggarakan pesta pernikahan yang sangat mewah.
Beberapa pejabat dari Belanda turut menghadirinya. Justru banyak rekan Tionghoa yang tidak hadir, terutama orang-orang yang dianggap sebagai saingannya.
Baca juga: Leonardo da Vinci, Ilmuwan dan Pelukis Monalisa yang Tidak Berpendidikan Tinggi
Meskipun sudah menikah tapi tetap hobi mencari wanita simpanan
Setelah pernikahan dilangsungkan, ia hanya betah sebulan saja. Selanjutnya, hari-harinya kembali diisi dengan petualangan dengan wanita simpanan, mulai dari gadis muda, pesinden, sampai istri pedagang kelontong.
Diam-diam ia menggoda pesinden yang ditemui saat datang ke hajatan di Pekalongan.
Seperti yang sudah-sudah, bermodalkan kekayaan ia dengan cepat merebut hati wanita barunya ke Batavia.
Awalnya si pesinden tinggal di resort Bintang Mas, tapi karena sakit akhirnya dipindah ke rumah besarnya di Tangerang.
Saat inilah masalah muncul yang akhirnya berbuntut panjang. Saudara laki-laki si pesinden menjenguk, tapi ia tak suka kalau wanitanya dekat dengan orang lain.
Dijatuhi hukuman gantung karena kasus pembunuhan berantai
Karena cemburu buta, ia memerintah orang untuk membunuh saudara laki-laki pesinden. Tidak ingin aksi pembunuhannya terkuak, ia meracuni pembantu di rumah yang menjadi saksi.
Tak berhenti di situ, ia pun bersiasat untuk melempar fitnah pembunuhan pada Liem Soe King yang tak lain adalah saingan bisnisnya.
Akan tetapi, siasatnya tidak berhasil. Setelah diselidiki, Liem Soe King ternyata tidak bersalah. Justru saat itu bukti-bukti kejahatannya dikumpulkan Liem Soe King.
Polisi segera menetapkannya sebagai tersangka. Tahun 1851 menjadi akhir dari hidupnya. Ia dinyatakan bersalah karena kasus pembunuhan berantai.
Ia dijatuhi hukuman gantung di Balai Kota dan disaksikan oleh ratusan warga Batavia.
0 comments