inspirasi
Sungai Huang He, Ibu Peradaban China yang Merenggut Jutaan Jiwa
Sungai Huang He adalah salah satu sungai paling panjang yang ada di China. Umumnya sungai mengalir dengan air jernih atau kecoklatan karena bercampur tanah.
Tapi, Air Sungai Huang He yang panjangnya 4.917 km berwarna kuning.
Mayoritas masyarakat setempat meyakini bahwa Sungai Kuning termasuk sakral dan berkekuatan spiritual karena warnanya yang unik. Sungai ini setidaknya mengaliri sembilan kota di daratan China.
Tidak hanya disebut Sungai Kuning, Sungai ini juga dijuluki China’s Sorrow, lantaran pernah terjadi bencana yang memilukan di sana.
Di samping itu, Sungai ini juga dikenal sebagai ‘Sungai Induk’ atau tempat lahirnya peradaban China.
Baca juga: Nan Madol, Kota Hantu yang Berada di atas Terumbu Karang Jadi Warisan Dunia
Sungai Huang He menjadi tempat paling makmur saat itu
Sungai Huang He sudah lama menjadi jantung peradaban China. Air dan tanah subur yang dibawanya memberi keuntungan pertanian yang berlimpah dan dibutuhkan untuk mendukung populasi China yang sangat besar.
Tapi, Sungai ini juga punya sisi gelapnya. Ketika hujan lebat atau lumpur menutupi saluran sungai, kekuatannya yang terlalu besar bisa menyebabkan kematian dan kehancuran.
Orang China menyebut Sungai ini sebagai Sungai Induk. Itu karena Sungai ini adalah tempat kelahiran peradaban China kuno di era Xia (2100–1600 SM) dan Shang (1600–1046 SM), wilayah paling makmur saat itu.
Menurut Records of the Grand Historian dan Classic of Rites, sejumlah suku yang berbeda awalnya bersatu ke dalam Kerajaan Xia untuk memerangi banjir dahsyat di sungai ini.
Lahan dan permukiman warga tidak bisa terhindar dari banjir
Peristiwa banjir besar dalam sejarah China terjadi pada 28 September 1887. Beberapa hari sebelumnya, hujan turun sangat deras di daerah aliran sungai, yaitu pegunungan Bayan Har.
Curah hujan yang melebihi normal menjadikan volume air sungai berangsur naik dan kemudian mencapai ke pematang di tepi sungai.
Hujan tidak berhenti sampai beberapa hari. Permukaan sungai makin tinggi melebihi batas normal.
Curah hujan yang beberapa hari mengguyur menyebabkan banjir dan menjadikan tanggul pembatas porak poranda.
Karena tanggul tidak berfungsi lagi, lahan dan permukiman warga pun tidak bisa terhindar dari banjir.
Banjir Sungai ini menghabisi 11 kota, 300 desa, dan jutaan nyawa penduduk yang ada di dalamnya.
Baca juga: Mengenal Fatima Al Fihri, Wanita Pendiri Universitas Tertua di Dunia
Banjir sungai Huang He jadi salah satu bencana terparah di China
Bangunan-bangunan yang ada di wilayah Huayankou, sekitar Kota Zhengzhou menjadi seperti danau. Sekitar dua juta penduduk hilang dan satu setengah juta korban meninggal.
Dilansir worldhistoryproject, dua juta penduduk selamat terpaksa jadi tunawisma, menderita kelaparan, dan juga rentan untuk terserang penyakit.
Proses penyelamatan tidak mudah, sehingga korban yang selamat pun akhirnya tewas satu per satu karena penyakit.
Jumlah korban yang tewas totalnya jadi dua juta. Bencana banjir ini tahun 1887 menjadi salah satu bencana paling parah di China.
Banjir ini tidak hanya terjadi tahun 1887 saja, tapi juga pernah ada banjir dahsyat lain di China yang disebabkan oleh meluapnya Sungai ini. Banjir dahsyat berikutnya terjadi tahun 1931 dan 1938.
Berbagai tantangan mendorong bangsa China zaman dahulu untuk berpikir
Bukan sembaran warna, warna kuning merujuk pada warna tanah yang dilalui Sungai Kuning, lambang kekaisaran, kulit kuning Tionghoa, dan Naga Tionghoa yang legendaris.
Selama zaman prasejarah, orang Tionghoa telah memanfaatkannya untuk pertanian dan juga sebagai jalur transportasi.
Selama berabad-abad berikutnya, Sungai Kuning mengendap dan mengubah arahnya beberapa kali, merusak tepiannya dan menenggelamkan pertanian dan desa di sekitarnya.
Berbagai tantangan dan kesulitan menjadikan bangsa China zaman dahulu dapat berpikir dan mengatasi dengan membangun tanggul raksasa yang lebih kokoh di sepanjang sungai.
Pelajaran dari bencana sungai ini mendorong pemerintahan Mao Zedong untuk dapat berinvestasi ke dalam proyek strategis pengendalian banjir.
0 comments