inspirasi
Sejarah Foundation, Alas Bedak yang Dulu Dibuat dari Timbal
Alas bedak atau foundation sudah menjadi andalan para wanita saat memakai make up.
Dipakai sehari-hari sebagai penunjang tampilan wajah, foundation punya banyak pilihan warna, bentuk, dan tekstur sesuai dengan warna dan jenis kulit masing-masing.
Membahas soal foundation, ternyata bahan ini punya sejarah cukup panjang karena bagian dari make up ini sudah dikenal masyarakat Yunani kuno atau Mesir kuno sejak ribuan tahun.
Tapi, bahan yang dipakai berbeda. Pada zaman dahulu, masyarakat memakai bahan yang sebenarnya berbahaya sebagai bahannya.
Baca juga: Cerita di Balik Anak Gimbal, Tradisi Unik Masyarakat Dieng
Bangsa Mesir kuno sudah pernah memakai make up berbahan bubuk timbal
Sejak zaman dulu, kulit putih cenderung dianggap punya daya tarik. Maka tidak heran kalau para wanita di era Yunani, Mesir, dan Romawi Kuno juga sangat menyukai tampilan wajah putih cerah.
Bukan hanya putih, tapi juga terlihat lebih pucat. Para wanita sejak ribuan tahun lalu ternyata juga sudah mengenal make up, khususnya untuk mencerahkan wajah.
Tidak seperti di zaman sekarang, make up zaman dulu dibuat dari kapur putih dan bubuk timbal untuk mencerahkan kulit wajah.
Sebenarnya bukan hanya wanita saja, tapi para pria pun juga memakainya. Di Mesir Kuno, sejarah penggunaan make up bukan hanya sebagai riasan wajah, tapi merupakan cara untuk membuat para dewa terkesan.
Bubuk timbal dicampur cuka juga pernah dipakai oleh Ratu Elizabeth I
Banyak yang belum tahu kalau bangsa Mesir kuno merias wajah dengan cara ekstrem yaitu memakai bahan bubuk timbal dan kapur.
Sebagai pelengkapnya, krim lemak hewan ditambah tepung kanji dan timah dicampur jadi satu sampai berbentuk seperti adonan.
Setelah itu diaplikasikan untuk membuat wajah terlihat lebih putih. Cara merias wajah dengan bahan ekstrem juga dilakukan di Eropa sampai pada zaman Renaissance.
Konon riasan wajah dari bahan bubuk timbal bercampur cuka juga sempat dipakai oleh Ratu Elizabeth I.
Tujuannya adalah untuk menutup bekas luka di wajah sekaligus memberi kesan tampilan yang putih pucat. Dari dulu memang orang-orang tidak suka ada noda di wajah entah bawaan lahir atau karena bekas jerawat.
Baca juga: Sejarah Piala Oscar, Penghargaan Bergengsi di Dunia Perfilman
Banyak yang keracunan karena memakai bahan bubuk timbal di wajah
Pemakaian foundation sejak zaman dahulu memang bisa membuat bintik hitam di wajah tersamarkan. Tapi orang zaman dahulu belum memahami bahaya mengerikan dari bahan timbal yang dicampur dengan bahan lain.
Bukan mempercantik, tapi bahan ekstrem beracun juga bisa memberi efek samping seperti rambut rontok, perubahan warna kulit, sakit gigi, sampai berisiko kematian.
Setelah ribuan tahun dipakai, abad ke-17 terjadi banyak peristiwa kematian akibat keracunan bubuk timbal setelah menggunakannya di wajah.
Karena peristiwa itulah, mulai ada perubahan formula dari timbal beralih ke zinc oxide, calamine lotion, dan glycerin yang tampil berwarna putih dan kemerahan.
Kegunaannya masih sama, yaitu untuk menutup warna kulit wajah yang tidak rata.
Seiring waktu berjalan, tren make up mengalami banyak perkembangan
Akhir tahun 1800-an, ada pria dari Jerman yaitu Carl Baudin yang mulai memproduksi foundation secara massal. Carl Baudin merupakan seorang pemain opera di Leipziger Stadt Theather.
Diciptakanlah pasta berwarna-warni dari kandungan ochre, zinc, dan vermillion lemak babi. Formula seperti ini sangat terkenal di Eropa pada abad ke-19 kemudian periode tersebut dikenal dengan kelahiran make up teatrikal.
Formula foundation buatan Baudin terus dikembangkan dan bahkan menjadi sebuah standar make up dunia sampai pada akhirnya pada tahun 1914, make up artist yang bernama Max Factor membuat bahan riasan wajah untuk keperluan syuting yang secara alami dapat memantulkan cahaya.
Produk yang pertama kali diperkenalkan yaitu bedak padat di dalam kemasan bulat. Pada awalnya memang yang memakai hanya artis yang sedang syuting film.
Tapi, tidak sedikit yang meminta kepada Max Factor untuk memproduksinya lebih banyak untuk dipakai sehari-hari oleh masyarakat Eropa.
0 comments