inspirasi
Kisah Ken Arok, Seorang Begal yang Berhasil Membangun Kerajaan
Ken Arok adalah salah satu tokoh dalam sejarah yang kontroversial. Namanya terkenal sebagai raja sekaligus pendiri Kerajaan Singhasari pada abad ke-13 Masehi.
Asal usulnya bukan berasal dari kasta yang tinggi, tapi ia pernah jadi penguasa yang kuat di Jawa. Ia berpisah ibunya dan diasuh orang lain agar mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Kisah hidupnya sebelum berdirinya Kerajaan Singhasari begitu terkenal dengan segala sepak terjang, tragedi, dan pengkhianatan.
Baca juga: Legenda Sangkuriang, Jadi Asal Mula Gunung Tangkuban Perahu
Sejak kecil diasuh oleh kakeknya dan dikenal sebagai orang yang suka bertualangÂ
Kisah Ken Arok atau Ken Angrok yang suka bertualang sejak muda tercantum di dalam kitab Pararaton.
Di sana disebutkan ada sekitar 40 lokasi yang pernah disinggahinya sebagai pelarian, mulai dari dusun, desa, hutan, dan puncak gunung.
Menurut kitab Pararaton, ia sering bertualang di sekitar Gunung Kawi. Tidak sedikit sejarawan dan peneliti yang menelusuri jejaknya di daerah Malang dan sekitarnya.
Pengasuh sekaligus kakeknya yang bernama Bango Samparan, konon pernah tinggal di Punden Aruman yang kini berlokasi di Tlogomas, Lowokwaru, Malang dan dikenal dengan Situs Karuman.
Lahannya dibiarkan tetap kosong karena tidak ada yang berani untuk membangun di atasnya.
Beberapa tokoh masyarakat atau sesepuh mengatakan bahwa di sana masih ada kayu dan rumah Bango Samparan yang tidak kasat mata.
Sempat menjadi buronan karena kenakalannya dan berguru kepada seorang rohaniawan
Ada juga yang menyebut Bango Samparan adalah ayah angkatnya yang juga merupakan penjudi ulung, tapi banyak terlilit utang.
Begitu Ken Arok tinggal bersamanya, ‘karier’ judi Bango Samparan menjadi lancar dan tidak terkalahkan sampai utangnya bisa lunas.
Tidak banyak dikisahkan seperti apa kehidupan Bango Samparan selanjutnya. Yang pasti, menurut kitab Pararaton, Ken Arok meninggalkan rumah orang yang mengasuhnya tersebut lalu ia sempat menjadi buronan karena kenakalannya.
Ia kemudian mencari tempat pelarian, salah satunya adalah Sagenggeng. Di sanalah ia berguru kepada seorang rohaniawan. Ia pun belajar membaca dan memperhitungkan waktu.
Kini lokasi pelariannya diyakini berlokasi di Dusun Segenggeng, Desa Wonokerso, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang atau sekitar 12 km ke seletan dari Kota Malang.
Menjadi begal yang tinggal di dekat pemukiman kuno di barat Sungai Brantas
Meskipun tidak banyak peninggalan arkeologis, di Dusun Segenggeng terdapat sebuah lumpang batu yang tergeletak di halaman rumah penduduk dan sebuah pemakaman.
Dusun Segenggeng termasuk pemukiman kuno di barat Sungai Brantas. Menurut sejarahnya, zaman dahulu masyarakat kuno memang banyak tinggal di dekat sumber air.
Karena dibesarkan oleh seorang pencuri dan penjudi, ia pun tumbuh menjadi begal yang bermarkas di wilayah dukuh bernama Sañja. Di sanalah ia banyak membegal orang-orang yang sedang melintas.
Ia tidak lama tinggal di Sañja karena menghindari kejaran tentara Tunggul Ametung yang tidak senang jika wilayahnya menjadi tidak tenteram. Tunggul Ametung sendiri adalah seorang penguasa dari Tumapel yang kelak menjadi Singasari.
Baca juga: Asal Usul Tradisi Ulang Tahun, Lengkap dengan Kue dan Lilin
Setelah melakukan kejahatan, justru memilih menjadi pengikut Tunggul Ametung
Ia lantas melarikan diri ke salah satu dataran tinggi Gunung Katu atau pecahan Gunung Kawi yang jaraknya sekitar 15 km dari Kota Malang. Tempatnya memang cocok untuk bersembunyi.
Dari sana bisa terlihat semua penjuru mata angin. Tentara yang datang juga tidak bisa lebih jauh untuk mengejar karena dianggap tempat suci.
Selama dalam pengembaraan dan menjadi begal, ia juga pernah membunuh, merampok, dan memerkosa.
Atas perintah dari Kerajaan Daha atau Kediri, ia terus dikejar oleh utusan dari Tumapel. Konon atas bantuan para dewa, ia selalu bisa lolos.
Di balik segala tindak kejahatan yang pernah dilakukannya, ia justru memilih untuk menjadi pengikut Tunggul Ametung di Tumapel. Pendeta Lohgawe adalah perantara dari keduanya.
Ternyata hal tersebut adalah bagian dari rencananya untuk diam-diam membunuh Tunggul Ametung kemudian merebut istri mudanya yang bernama Ken Dedes.
Kekuasaannya berakhir karena dibunuh dengan keris kebanggaannya selama ini
Setelah berhasil memperistri Ken Dedes, semua warisan kekayaan dan kekuasaan di Tumapel pun jatuh kepadanya. Kekuasaannya yang diperoleh dengan penuh kontroversi bisa bertahan sampai 40 tahun.
Bahkan ia dinobatkan menjadi raja Tumapel yang diberi gelar Sri Rajasa san Amurwabhumi. Senjata andalannya adalah keris Mpu Gandring.
Pemimpin di Kerajaan Daha mengatakan bahwa Ken Arok bisa dikalahkan jika Bhatara Guru turun ke bumi.
Ia kemudian nekat menggunakan nama Bhatara Guru untuk dapat menaklukkan Kerajaan Daha. Pada tahun 1222, ia pun jadi maharaja di Tumapel yang kemudian menjadi cikal bakal Kerajaan Singhasari.
Periode kekuasaannya cukup singkat, yaitu lima tahun karena tewas dibunuh Anusapati, cucu dari Tunggul Ametung menggunakan senjata kebanggaannya sendiri yaitu keris Mpu Gandring.
Ia meninggal tahun 1227 dan makamnya berada di Candi Kagenengan yang kemungkinan ada di atas Gunung Katu.
0 comments