inspirasi
Suku Baduy Banten, Merawat Alam sekaligus Wasiat Leluhur
Tidak dapat dimungkiri, kearifan lokal dan keragaman budaya merupakan salah satu kelebihan Negara Indonesia.
Ribuan suku serta adat budayanya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu yang sudah dikenal oleh banyak orang adalah Suku Baduy di Banten.
Suku Baduy tinggal di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Kurang lebih sekitar 40 km dari pusat kota di Lebak, Banten.
Karena itu, meski dikenal dengan nama Suku Baduy, orang Baduy justru kerap menamai diri sebagai Urang Kanekes atau Orang Kanekes.
Suku Baduy terkenal dengan keteguhan mereka menjaga dan merawat warisan leluhurnya. Kerap kali masyarakat sekitar melihat orang Baduy berjalan tanpa menggunakan alas kaki.
Akan tetapi pada praktiknya, Suku Baduy sendiri dibagi menjadi tiga macam: Baduy Dangka, Baduy Luar, dan Baduy Dalam.
Baca juga: Apa Itu Sempoa, Alat Hitung yang Tertua di Dunia
Kelompok kehidupan Suku Baduy dibagi menjadi tiga macam
Kelompok Baduy Dangka merupakan warga Baduy Luar atau Baduy Dalam yang sudah tidak tinggal di tanah adat.
Mereka sudah tidak terikat dengan kepercayaan yang dijunjung Suku Baduy, yaitu Sunda Wiwitan serta terlepas dari aturan-aturan lainnya.
Lebih jauh lagi, mereka juga sudah merasakan pendidikan dan menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-harinya.
Sementara itu, Kelompok Baduy Luar adalah orang Baduy yang masih tinggal di tanah adat, namun sudah mengenyam pendidikan dan melek teknologi.
Meski begitu, mereka masih tetap menjunjung dan merawat kepercayaan leluhurnya. Orang Baduy Luar memiliki ciri khas mengenakan pakaian serba hitam dan ikat kepala berwarna biru.
Terakhir adalah kelompok Baduy Dalam atau Baduy Jero. Mereka adalah orang Baduy yang tinggal di pelosok tanah adat, tidak mengadopsi pendidikan dan teknologi, serta masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan.
Mereka adalah orang Baduy yang dipercaya dekat dengan leluhur dan hidup apa adanya.
Memiliki sistem pemerintahan adat dan juga aturan resmi pemerintah
Walaupun terbagi-bagi, orang Baduy tetap menjaga silaturahmi dengan erat.
Bahkan kelompok Baduy Dangka dan Luar melindungi Baduy Dalam dari berbagai macam gangguan dan ancaman yang berpotensi merusak adat budaya Orang Baduy.
Suku Baduy sampai saat ini mempunyai dua sistem pemerintahan, yaitu sistem adat yang mengikuti kepercayaan masyarakat dan sistem nasional yang sejalan dengan aturan resmi dari pemerintah negara Indonesia.
Kedua sistem pemerintahan ini digabungkan menjadi satu dengan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan benturan.
Secara sistem pemerintahan nasional, Suku Baduy dipimpin oleh seorang kepala desa yang juga disebut dengan Jaro Pamarentah dan posisinya berada di bawah camat.
Sementara secara adat, dipimpin oleh pu’un atau pemimpin adat tertinggi.
Jabatan pu’un tidak memiliki jangka waktu, namun tetap berlangsung secara turun temurun. Masyarakat Baduy hanya mengganti pu’un jika dirasa sudah tidak dapat lagi melanjutkan kepemimpinannya.
Baca juga: Sejarah Bridal Shower, Berawal dari Kisah Cinta Terhalang Restu
Dalam hal kepercayaan, mereka selalu berusaha selaras dengan alam
Suku Baduy percaya bahwa mereka adalah keturunan dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tuuh dewa yang diutus turun ke bumi. Seringkali, asal-usul ini dihubungkan kepada Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama manusia.
Mereka juga percaya bahwa mereka memiliki tugas untuk menjaga harmoni dunia dengan cara bertapa, menjaga kelestarian lingkungan, dan keseimbangan alam semesta.
Oleh karena itu tidak ada eksploitasi tanah dan air yang berlebihan dalam Suku Baduy.
Mereka berhenti mengambil dari alam saat sudah merasa cukup. Selain itu, mereka juga memiliki objek kepercayaan terpenting yang paling sakral dan dikenal dengan Arca Domas.
Mereka masih rutin melaksanakan ritual pemujaan
Lokasi Arca ini sampai sekarang masih dirahasiakan, namun diketahui bahwa Suku Baduy rutin melaksanakan ritual pemujaan setiap bulan Kalima dalam satu tahun.
Rombongan pemujaan ini terdiri dari pu’un dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja.
Konon, di lokasi Arca Domas terdapat batu lumpang yang dapat menyimpan air hujan.
Jika saat pemujaan dilakukan, rombongan menemukan batu lumpang ini terisi penuh oleh air hujan maka dianggap sebagai pertanda bahwa akan turun hujan yang banyak pada tahun tersebut dan hasil panen menjadi baik.
Sebaliknya, jika batu lumpang ini kering atau airnya keruh, maka panen pada tahun tersebut akan mengalami kegagalan.
0 comments