inspirasi
Kisah Hiroo Onoda, Tentara Jepang yang Hidup 30 Tahun di Hutan Filipina
Nama Hiroo Onoda menjadi legenda tersendiri di Jepang karena pengalamannya 30 tahun bertahan hidup di hutan Filipina.
Ia menjadi contoh tentang kesetiaan pada negaranya. Saat itu masih berlangsung Perang Dunia II, ia ditugaskan gerilya ke Pulau Lubang Filipina. Selama menjalankan misi tersebut, ia pun diperintahkan agar tidak menyerah.
Sampai akhirnya Perang Dunia II telah berakhir dan Jepang sudah menyerah kepada Sekutu. Tapi ia tidak mengetahuinya. Ia masih melanjutkan gerilya sendiri di hutan karena belum mendapatkan perintah resmi untuk bebas dari tugas.
Sempat dikira sudah tewas puluhan tahun lalu, beginilah kisah perjalanan hidup Hiroo Onoda yang heroik dan menginspirasi.
Baca juga: Pandangan Anak Muda Korsel Tentang Drama Korea, Beda dengan Indonesia
Ditugaskan ke Filipina saat usianya masih 22 tahun
Diperintah untuk mencegah serangan Amerika Serikat ke pulau itu dan menghancurkan landasan udara serta dermaga pelabuhan.
Di usia 22 tahun, ia dilatih di akademi Nakado sebagai perwira intelijen. Begitu selesai pelatihan, 24 Desember 1944 ia dikirim ke Pulau Lubang Filipina untuk bergerilya melawan serangan musuh.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya 28 Februari 1945 tentara Amerika Serikat mendarat di Pulau Lubang. Pertempuran tidak dapat dicegah. Hampir semua tentara Jepang yang dikirim ke Lubang menyerah atau tewas. Tapi ia dan tiga prajurit masih bertahan.
Jepang sudah menyerah tapi Onoda masih gerilya
Peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menjadi tonggak sejarah tersendiri. Beberapa hari setelah itu, 15 Agustus 1945 Jepang menyerah dan perang selesai.
Kabar itu dibawa ke Filipina, tepatnya Oktober 1945. Pertama kalinya ia mendapat selebaran yang isinya tentang berakhirnya perang dan para prajurit di Lubang diperintah untuk keluar dan kembali ke negeranya.
Mengira itu hanya propaganda sekutu, ia tidak percaya isi selebaran itu. Ia belum percaya bahwa perang sudah berakhir.
Ia masih gerilya di perbukitan bersama prajurit Yuichi Akatsu, Prajurit Satu Kinshici Kozuka, dan Kopral Soichi Shimada. Mereka lanjutkan perlawanan pada sekutu serta polisi Filipina.
Baca juga: Kisah Qarun, Saudagar Kaya yang Mati Tenggelam Bersama Hartanya
Onoda tinggal sendiri di hutan
Tercatat 7 Mei 1954, Kopral Soichi Shimada tewas tertembak pasukan lokal yang memang dibentuk untuk menemukan tiga tentara Jepang tersebut.
Kemudian 19 Oktober 1972 Prajurit Satu Kinshici Kozuka menyusul tewas karena ditembak oleh polisi Filipina. Saat itu, ia tinggal sendiri melancarkan aksi gerilyanya. Tapi pemerintah Jepang menganggapnya sudah tewas sejak 1959.
Beberapa tahun setelah itu, ia bertahan hidup di hutan dan tinggal di gubuk bambu sederhana. Di gubuknya itu ia simpan seragam dan senjata. Misalnya setiap saat ada perwira tinggi yang datang dan inspeksi, ia sudah siap.
Untuk bahan makannya dari tanaman dan buah-buahan yang ada di hutan. Sesekali ia mencuri hewan ternak warga.
Tahun 1974 Onoda baru kembali ke Jepang
Tinggal di hutan sejak 1944 dan tidak percaya bahwa perang telah berakhir 1945, ia tetap tinggal sampai 1974.
Baru 30 tahun kemudian itu ia bersedia keluar hutan di Filipina sesudah didatangi dan dijelaskan oleh mantan komandannya sendiri, Mayor Yoshimi Taniguchi, yang sudah pensiun.
Tapi sebenarnya penemuan ini karena jasa seorang petualang muda Norio Suzuki yang tertarik dengan kisahnya.
Suzuki kemudian mencari Mayor Taniguchi, karena hanya dialah yang dapat secara resmi membebaskan tugaskannya. Melalui Suzuki itulah, ia juga memahami bahwa Jepang mengkhawatirkannya.
Sebelum akhirnya mau kembali ke Jepang, ia menemui Ferdinand Marcos, presiden Filipina saat itu untuk menyerahkan pedang.
Karena kagum dengan dedikasinya pada negara, Marcos memberi pengampunan kepadanya, meski telah menewaskan 30 orang warga Filipina.
Menjadi peternak sapi dan menghabiskan masa tuaÂ
Saat tiba di Jepang, ia disambut seperti pahlawan. Pengalamannya selama di Filipina pun dimuat di berbagai media di Jepang.
Pada tahun 1974 itulah ia menerbitkan buku autobiografi berjudul No Surrender: My Thirty-Year War yang isinya menceritakan tentang detail kisahnya selama di hutan Filipina. Pemerintah Jepang sempat memberikan gaji yang seharusnya diterimanya selama ini, tapi ia menolak.
Mengikuti jejak kakaknya, ia berpindah ke Brasil dan menjadi peternak sapi. Sebelum memasuki usia senja, ia pun sempat kembali ke Jepang untuk membuka sekolah alam untuk anak muda Jepang.
Ia melatih anak-anak muda agar jadi lebih terampil bertahan hidup seperti yang dilakukannya 30 tahun di hutan.
Di akhir hayatnya, Hiroo Onoda terkena serangan jantung. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit St. Luke International, Tokyo dan meninggal dunia pada usia 91 tahun, tepatnya tanggal 16 Januari 2014.
0 comments