inspirasi
Hatshepsut, Firaun Wanita yang Berhasil Memajukan Mesir Kuno
Hatshepsut adalah wanita Mesir kuno yang memegang pemerintahan pada tahun 1478-1458 SM. Ia menyandang gelar Firaun dan memegang pemerintahan terlama, yakni 22 tahun.
Sebenarnya, Firaun selalu dipegang laki-laki. Tapi ada pengecualian dalam sejarah Mesir kuno saat itu.
Ratu Makare Hatshepsut merupakan istri dari raja Thutmose II yang menjadi seorang Firaun. Tapi ketika suaminya meninggal dan tahta jatuh ke anak tirinya Thutmose III, justru Hatshepsut yang sejak tahun 1503 SM bertindak sebagai Firaun.
Bukan karena ia merebut posisinya, tapi karena saat itu Thutmose III baru 6 tahun, jadi masih terlalu kecil untuk menjadi Firaun.
Sepanjang hidup anak tirinya itu masih tetap dianggap jadi penguasa yang sah, meskipun yang bertindak secara teknis dan cenderung mendominasi adalah Hatshepsut.
Sebagai pemimpin wanita, Hatshepsut memiliki pengaruh besar dan bahkan memberi peninggalan yang baik di negerinya.
Baca juga: Jacobs Johannes, Pemuda Ambon yang Jadi Pilot Pertama Indonesia
Di bawah kepemimpinannya, Mesir kuno menjadi damai dan makmur
Terlepas dari sejarah raja-raja Firaun yang dikenal brutal, kepemimpinannya cenderung membawa suasana damai dan makmur di zamannya.
Semasa pemerintahannya, ada pembangunan kuil, pendirian monumen, dan membuat bangsa Mesir lebih berkembang di perdagangan.
Di masanya jugalah, Mesir mengalami peningkatan kestabilan ekonomi setelah memperkuat hubungan dagang dengan kerajaan tetangga
Ia pun pernah mengirim utusan kerajaan untuk negosiasi perjanjian tentang perdagangan dengan kerajaan yang ada di pesisir Libia. Negosiasi itu meliputi perdagangan logam, gading gajah, dan kulit binatang.
Strategi perdagangan yang cukup berhasil dan berhasil membuat rute baru perdagangan
Melalui kerajaan tetangga, Mesir kuno juga memperoleh komoditas kayu gelondongan dengan harga lebih murah dan mendapat hak menambang batu pirus di Gunung Sinai.
Salah satu kebijakan selama pemerintahannya ialah ekspedisi Mesir ke Punt yang kemudian menciptakan rute baru pelayaran melalui Sungai Nil, melewati daratan dan menuju Laut Merah.
Ia dan rombongan melakukan ekspedisi tersebut karena ingin mendapatkan pohon-pohon dupa sebagai persembahan yang akan diletakkan di depan patung Firaun serta sebagai hiasan pada kuilnya.
Kuil Hatshepsut jadi simbol kejayaan Mesir Kuno yang berada di bawah kekuasaannya
Kuil Hatshepsut yang megah itu dibangun pada sebuah tebing Der el-Bahri, yang posisinya tak jauh dari Kuil Karnak di Thebes.
Relief di dinding kuilnya menggambarkan banyak kisah sepanjang hidupnya, khususnya mengenai asal-usul keluarga kerajaan.
Kuil ini mempunyai teras pijakan yang sangat indah, dengan pilar-pilar menonjol serta relief berlatar belakang gurun.
Itu merupakan salah satu mahakarya arsitektur yang sekaligus jadi simbol kejayaan pemerintahan Ratu Mesir Kuno.
Tak hanya itu, Kuil ini juga menjadi salah satu dari keajaiban arkeologi yang dipelihara oleh situs warisan dunia UNESCO.
Baca juga: Legenda di Balik Huruf Hanacaraka, Ajarkan Manusia Patuhi Sang Pencipta
Meskipun membawa kemajuan di era kepemimpinannya, namun pemimpin setelahnya berusaha menghapus sejarahnya
Sepeninggal Ratu Hatshepsut pada 1458 SM, Thutmose III yang sudah dewasa segera menjadi Firaun yang memerintah sepenuhnya. Saat itu, kondisi hubungan internasional di negaranya sudah maju dan perekonomian cenderung stabil.
Mesir kuno di bawah kendali Ratu Hatshepsut menjadi sebuah kerajaan yang kuat. Meskipun demikian, tetap saja ada kontroversi yang menyertainya.
Meski meninggalkan jejak yang baik, tapi ada pandangan miring bahwa tidak sepantasnya wanita menyandang gelar Firaun, apalagi memimpin pasukan sampai ke luar negeri.
Di masa pemerintahan Thutmose III, hal-hal yang menyangkut jejaknya dihilangkan. Ironis sekali ketika mengenang sejarah tentang sumbangsihnya dan di kemudian hari justru ada upaya untuk menghapuskan jejaknya
Tidak sedikit patung pada kuil makam Hatshepsut yang sempat diruntuhkan dan dipendam.
0 comments