inspirasi
Pertempuran Manzikert, Titik Balik Runtuhnya Kekaisaran Byzantium
Kejayaan Byzantium di zaman dahulu tidak hanya meninggalkan warisan Hagia Sophia di Istanbul, tapi juga sejumlah bangunan bersejarah di kota-kota tua yang telah bertahan berpuluh abad lamanya.
Di setiap tempat bersejarah juga seringkali tidak terlepaskan dari peristiwa peperangan, penaklukkan, dan strategi kepemimpinan.
Tercatat pernah ada pertempuran di Kota Manzikert (kini menjadi Malazgirt) antara pasukan Byzantium di bawah komando Kaisar Romanus Diogenes IV bertemu pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sultan Alp Arslan.
Pertempuran Manzikert terjadi pada 26 Agustus 1071 M. Dalam peperangan tersebut, pasukan Seljuk berhasil mengalahkan pasukan Byzantium.
Pertempuran itu juga menjadi momen penting sebelum Anatolia jatuh ke pihak Kesultanan Seljuk.
Baca juga : Jarang Diketahui, Begini Kisah Cinta Napoleon Bonaparte yang Mengharukan
Kaisar Byzantium pada saat itu berencana merebut Anatolia
Pada mulanya Sultan Alp Arslan dari Dinasti Seljuk mendengar kabar tentang rencana penyerangan dari Kaisar Byzantium untuk memperebutkan kekuasaan di Anatolia.
Serangan itu ditujukan ke daerah Islam di Asia Kecil. Romanus berangkat dengan 200 ribu pasukan yang terlatih dari Romawi, Prancis, dan Azerbaijan (Georgia) untuk menuju ke kawasan Danau Van dengan maksud merebut Kota Manzikert dengan cepat.
Saat itu Alp Arslan sebenarnya sempat mengusulkan perdamaian. Tapi Kaisar Romanus menunjukkan penolakan dan pertempuran Manzikert pun berlangsung.
Pasukan Byzantium bergerak dengan formasi terbaik
Romanus dan pasukannya beranggapan Alp Arsaln masih ada di titik yang jauh sekali atau bahkan tidak datang. Padahal Alp Arslan sudah terlebih dahulu sampai di area itu.
Sultan Alp Arslan sempat gentar melihat perbandingan pasukannya dibanding yang dibawa Kaisar Romanus. Pasukan yang memperkuat Kesultanan Seljuk ‘hanya’ 20 ribu.
Pertempuran yang terjadi pada hari Jumat itu menorehkan sisi lain tentang keberanian sekaligus kepasrahan pemimpin pasukan perang.
Saat itu pasukan Byzantium sudah siap dengan formasi terbaik dan bergerak ke arah Seljuk. Sultan Alp Arslan bersiaga dengan pasukan dalam formasi bulan sabit.
Sultan Alp Arslan memakai pakaian serba putih pada saat menghadapi peperangan melawan pasukan Byzantium itu.
Harapannya, jika ia harus terbunuh di dalam peperangan tersebut, maka pakaian putih itulah yang sekaligus jadi kain kafannya.
Baca juga: Florence Nightingale, Perempuan Pelopor Ilmu Keperawatan Modern
Pasukan Byzantium tidak dapat menahan serangan
Sejarah telah mengabadikan namanya sebagai Alp Arslan yang mulai menduduki tahta kesultanan Seljuk pada 27 April 1064 M.
Nama Alp Arslan yang melekat pada dirinya memang memiliki arti ‘singa yang gagah berani’.
Beberapa kali pasukan Byzantium memberi ajakan bertempur jarak dekat, tapi pasukan Seljuk tidak langsung terpancing.
Pada saat situasi sudah mendukung, Alp Arslan mengerahkan semua pasukan untuk maju ke lini tengah pasukan Byzantium yang tidak ada perlindungan.
Perlahan pasukan Byzantium porak poranda dan terkepung karena serangan itu.
Sampai pada satu titik di mana kekuatan Kaisar Romanus hanya tinggal setengah dari jumlah awal. Puncaknya adalah saat Kaisar Romanus tertawan.
Menjadi momen runtuhnya Kekaisaran Byzantium
Saat dalam masa jadi tawanan Seljuk, Kaisar  Romanus diajak berunding soal perdamaian.
Melalui perundingan itulah, kota-kota benteng seperti Edessa, Hieropolis, Antioch, dan Manzikert diserahkan ke Dinasti Seljuk.
Bangsa Romawi pun mengalami perpecahan dan konflik internal yang kemudian menurunkan kekuatan dari kekaisaran tersebut.
Kurang lebih sepuluh tahun pasca peperangan Manzikert, bangsa Seljuk juga menguasai Kota Nicaea di tepian Selat Bosphorus yang ada di dekat ibukota Kekaisaran Byzantium, yakni Konstantinopel (sekarang Istanbul).
Pertempuran itu juga menjadi momen runtuhnya Kekaisaran Byzantium yang menandai jatuhnya Anatolia ke Seljuk.
0 comments