inspirasi
Maulana Jalaludin Rumi, Penyair Besar yang Mengenalkan Tarian Sufi ‘The Whirling Dervish’
Pada abad pertengahan, peradaban Islam menorehkan jejak gemilang. Bukan hanya pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan atau sains, tapi juga bidang lain seperti seni, budaya, dan sastra.
Banyak karya besar yang terlahir di abad pertengahan dan masih terkenang sampai sekarang.
Bagi pencinta sastra mungkin tidak asing lagi dengan nama Maulana Jalaludin Rumi. Sampai hari ini karyanya masih dinikmati, bahkan menjadi inspirasi film Hollywood.
Dunia mengakuinya sebagai seorang tokoh spiritual dan penyair besar sepanjang sejarah.
Baca juga: Fenomena Hikikomori, Kebiasaan Orang Jepang yang Terlalu Lama Mengurung Diri
Maulana Jalaludin Rumi sempat tinggal berpindah-pindah dan dibesarkan dengan nilai-nilai agama
Ia banyak dikenal sebagai seorang penyair dan filsuf legendaris dari Turki. Nama lengkapnya Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin Al Khattabi Al Bakri.
Ia lahir di kota Balkh, Afganistan pada tanggal 30 September 1207 M. Sejak kecil keluarganya yang ulama mendidiknya dengan ilmu agama yang mendalam. Hidupnya sering berpindah dari satu negara ke negara yang lain.
Kebanyakan orang mengetahui tempat tinggalnya sampai akhir hayat adalah di Konya, Turki. Tapi sebelum menetap di Turki, ia sempat tinggal di Iran, Iraq, dan Saudi Arabia.
Ratusan tahun setelah masa hidupnya, syair dan kutipan-kutipannya begitu populer di dunia. Dianggap sangat bermakna mendalam, banyak yang menerjemahkan karyanya ke berbagai bahasa.
Beberapa karyanya yang terkenal adalah Diwan-e Shams-e Tabrizi atau Diwan-e Kabir, Fihi Ma Fihi, dan Masnawi. Yang dianggap fenomenal sekaligus kontroversial adalah Diwan-e Shams-e Tabrizi
Merupakan seorang ulama dan mulai menjadi penyair di usia ke-48 tahun
Diwan-e Shams-e Tabrizi adalah karya yang dipersembahkan kepada Shamsudin Tabriz, seorang filsuf berkarakter eksentrik yang dianggap mengubah kehidupannya.
Bahkan Diwan-e Shams-e Tabrizi dinilai menjadi karya sastra Persia terbesar sepanjang sejarah.
Sebenarnya kiprahnya sebagai penyair baru dimulai saat umurnya mencapai 48 tahun. Sebelumnya ia merupakan sosok ulama dengan murid yang mencapai 4000-an orang.
Konon sikapnya berubah setelah mengenal Tabriz. Murid-muridnya pun sampai diabaikan. Keluarganya juga heran mengapa tingkah lakunya menjadi tidak wajar.
Yang sebelumnya ia merupakan ulama besar, ternyata kembali seperti anak-anak lagi. Tidak hanya berbincang, ia juga berhari-hari tinggal bersama Tabriz untuk belajar, berdiskusi, dan berdebat.
Semakin lama ditinggal, muridnya protes dan menuduh bahwa Tabriz adalah penyebab dari segala kekacauan.
Baca juga: Paling Maju di Zamannya, Peradaban Bangsa Sumeria Dipandang Mampu Mengubah Dunia
Terlibat hubungan tidak wajar dengan sosok guru yang menginspirasi karyanya
Sampai pada saatnya Tabriz memilih pergi meninggalkannya untuk menyelamatkan diri. Seperti seorang remaja yang ditinggal pergi kekasih, ia pun bersedih sampai tidak bisa lagi mengajar.
Ketika Tabriz mendengar kabarnya dan menegurnya untuk kembali mengajar, seolah energinya pulih kembali. Ia kembali menekuni aktivitas mengajar seperti dulu.
Didorong oleh perasaan rindu yang tidak wajar, ia memohon Tabriz kembali ke Turki dengan jaminan keselamatan. Sikapnya yang tidak wajar terulang lagi.
Aktivitasnya untuk mengajar tidak lagi fokus. Muridnya lagi-lagi diabaikan lantaran terlalu sering bersama Tabriz. Â Kali ini Tabris meninggalkannya diam-diam untuk selamanya.
Selepas kepergian Tabriz sebagai sosok guru dan sahabat spesial, ia lebih banyak bergelut dengan syair dan berbagai pemikiran mendalam.
Syair Maulana Jalaludin Rumi masih dinikmati oleh orang-orang yang mencari makna hidup
Meskipun kehidupan pribadinya bisa dikatakan tidak lagi normal, daya ciptanya meningkat luar biasa.
Mula-mula ia menuliskan syair-syair pujian untuk Tabriz yang di kemudian hari dikenal dengan Diwan-e Shams-e Tabrizi.
Ia pun merangkum kalimat-kalimat nasihat dan pesan dari Tabriz yang dikenal dengan Maqalat-e Shams-e Tabrizi.
Lima belas tahun terakhir dalam hidupnya, ia ditemani oleh sahabatnya, Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Ia sempat menyelesaikan syair fenomenal yang berjudul Masnawi.
Saat itulah ia mengembangkan sebuah tarekat bernama Maulawiyah yang memiliki ritual tarian mistik yang gerakannya berputar-putar. Dunia lebih mengenalnya sebagai tarian sufi The Whirling Dervish.
Karena sakit di usia 68 tahun ia mengembuskan nafas terakhir di Konya. Meski sudah tiada, syairnya masih banyak dinikmati orang-orang yang ingin mencari kehidupan bermakna.
Untuk mengenangnya, di Konya terdapat mausoleum bernama Mevlana yang sering dikunjungi orang-orang dari berbagai penjuru dunia.
0 comments