inspirasi
Bukan Tokoh Fiksi, Abu Nawas adalah Penyair Bijak di Masa Abbasiyah
Sejak kecil kamu mungkin sudah pernah mendengar kisah Abu Nawas yang terkenal cerdik, jenaka, dan bijaksana.
Namanya juga muncul pada karya sastra Timur Tengah yang terkenal, yakni Kisah 1001 Malam.
Kisahnya tidak hanya menghibur tapi juga berupa kritikan, pujian, dan pertaubatan. Konon tingkahnya yang cerdik berhasil berkali-kali mengakali raja di Baghdad.
Walau kebanyakan memang fiktif, tapi kecerdikannya nyata. Abu Nawas juga merupakan sosok yang nyata adanya.
Usia mudanya banyak hura-hura tapi di masa tuanya beruntung mendapat kesempatan taubat. Karyanya adalah cerminan dari perjalanan hidupnya yang penuh hikmah.
Baca juga: Punya Bentuk Unik, Tumbuhan Venus Flytrap Hidup dengan Memakan Serangga
Terkenal dengan kecerdikan dan daya ingatnya yang baik
Abu Nawas (756-814 M) memiliki nama asli Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami. Selain Abu Nawas, di negeri asalnya ia juga populer dengan panggilan Abu Nuwas.
Panggilan itu merupakan gelar atau julukan karena bentuk rambutnya. Ia seorang penyair keturunan Arab-Persia berambut ikal yang hidup di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
Selain terkenal dengan kecerdikannya, ia juga punya daya ingat yang baik. Sejarawan Persia yang pernah menelusuri jejak hidupnya menyatakan bahwa di rumahnya hanya ada sedikit buku atau kitab.
Peninggalan karyanya juga hanya tertinggal pada setumpuk lembar kertas yang berisi ekspresi seninya yang langka.
Selebihnya orang-orang yang terinspirasi dari sosoknya banya memodifikasi kisah sedemikian rupa dalam cerita fiksi.
Syairnya di masa muda banyak ditulis pada momen sehabis minum arak
Sosoknya saat masih muda sering datang ke kedai-kedai minum dan tempat hiburan, atau bisa disebut dugem di zaman sekarang. Arak dan pesta sudah sangat menyatu ke dalam kehidupannya.
Ketergantungannya pada minuman keras bukan cuma saat merasa stres, namun juga sudah jadi ‘teman akrab’. Bahkan ia sampai dijuluki penyair khamar (syairul khamar).
Pada momen sehabis menenggak arak atau khamar, ia pun merasa lebih bebas. Dalam kondisi setengah sadar itulah ia melahirkan bait-bait syair yang liar dan mesum.
Syairnya di masa muda banyak berisi rayuan pada perempuan atau bahkan laki-laki muda yang bertampang lucu tanpa jenggot (ghilman amrad).
Sampai pada saatnya ia bertemu Jinnah, sosok perempuan yang konon mengubahnya jadi lebih baik dan setia.
Baca juga: Kisah Hanako san, si Penunggu Toilet Sekolah yang Ditakuti Anak-anak Jepang
Kariernya melejit sampai menjadi penyair kepercayaan di kerajaan
Selain dikenal dengan syair-syair nakal, ia sebenarnya terdidik sebagai anak muda yang cerdas, pekerja keras, dan sempat berstatus sebagai budak belian. Ia pernah bekerja di sebuah toko atau kedai grosir di Basra, Iraq.
Kabar tentang kecerdasan dan kemampuannya meramu kata-kata sampai ke seorang penyair, Walibah ibn Al Hubab. Sejak itulah bakatnya berkembang.
Al Hubab berniat membebaskan dan membelinya dari sang majikan. Ia belajar tentang banyak hal; tata bahasa, syair, dan ketuhanan.
Dari situlah minatnya di dunia sastra muncul. Tidak hanya belajar dengan satu penyair, ia juga banyak berguru kepada banyak orang.
Setelah hijrah menuju Baghdad, kariernya melejit sampai menjadi orang kepercayaan di kerajaan.
Khalifah Harun Al Rasyid tertarik untuk memanggilnya dan kemudian segera menjadikannya penyair khusus kerajaan atau syairul bilad. Di kerajaan ia bertugas menggubah syair dan pujian bagi khalifah.
Dipandang sejajar dengan tokoh penting pada khazanah keilmuan
Meski dipandang sebagai sosok yang kontroversial di masa mudanya, ia kemudian dianggap sejajar dengan orang bijak pada khazanah keilmuan muslim.
Tidak ada catatan kejahatan yang dilakukannya, kecuali tabiat nakalnya di masa muda dengan banyak perempuan. Beruntungnya ia di masa tua sempat tobat dan menjadi lebih religius.
Syairnya berisi kalimat penuh hikmah dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Momen pertobatannya dipicu lantaran suatu hari ia terlibat kasus yang membuat murka khalifah sampai ia harus dipenjara.
Di dalam penjara itulah ia banyak merenung, beribadah, jadi lebih bijaksana, dan hidup sederhana. Salah satu syairnya yang terkenal setelah bertobat adalah Al I’tiraf yang juga pernah digubah menjadi sebuah lagu.
“Wahai Tuhan, hamba tidak pantas jadi penghuni surga-Mu. Tapi hamba juga tak sanggup untuk menahan panasnya api neraka…”
0 comments