Untuk masyarakat Jambi sepertinya sudah tidak asing lagi dengan yang namanya legenda Uhang Pandak atau ‘orang pendek’.
Meskipun kisahnya tidak terlalu populer di Indonesia, ternyata misteri tentang orang pendek dari Jambi juga dianggap sebagai bagian dari sejarah tentang alam.
Makhluk Uhang Pandak adalah sebutan dari masyarakat zaman dahulu. Konon dahulu berabad-abad yang lalu makhluk orang pendek muncul di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat di Provinsi Jambi.
Keberadaannya sudah membuat ahli zoologi penasaran untuk menelitinya secara ilmiah. Khususnya terkait laporan munculnya kera yang misterius di Taman Nasional Kerinci Seblat sekitar 150 tahun yang lalu.
Disebut-sebut sudah pernah masuk di cerita perjalanan Marco Polo
(foto: oretz)
Uhang Pandak mempunyai tinggi tidak lebih dari 152 cm, tapi badannya kokoh, bahunya lebar, dan lengannya panjang. Cara jalannya tegak seperti manusia.
Badannya tertutup rambut gelap dan panjang. Meskipun tinggal di hutan, tapi mera bukan sejenis orangutan. Para ilmuwan masih mencari lebih banyak tentang kebenarannya.
Dahulu, kisah tentang Uhang Pandak ditemukan pertama kali di catatan penjelajah Marco Polo pada tahun 1292 ketika melakukan petualangan ke Pulau Sumatra.
Catatan Marco Polo adalah tentang sosok semacam monyet yang tampak pendek dengan kaki terbalik, Tumitnya di depan, sedangkan jari di belakang).
Ada beberapa ilmuwan yang tertarik untuk meneliti keberadaannya
(foto: wikipedia)
Konon manusia zaman dulu bisa menangkapnya dengan alat perangkap. Menurut catatan Marco Polo, masyarakat menempel rambut panjang ke bagian dagu Uhang Pandak seperti memiliki jenggot.
Meskipun disebut menyerupai manusia, anggota badan seperti kaki dan tangan mereka yang direntangkan tidak sama seperti manusia.
Awal 1900-an, tidak sedikit laporan dari para warga negara asing. Waktu itu wilayah Indonesia, termasuk Sumatra, masih menjadi jajahan Belanda. Ada satu kesaksian yang terkenal dari Mr. Van Heerwarden pada tahun 1923.
Van Heerwarden merupakan seorang ahli zoologi yang memang sedang melakukan proses penelitian di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Heerwarden menuliskan penemuannya berupa makhluk berwarna gelap berbulu. Badannya seperti anak balita, tapi wajahnya tampak tua dan rambut hitamnya panjang sebahu.
Memicu penasaran, tapi tidak mudah untuk diteliti kebenarannya
(foto: kumparan)
Van Heerwarden sebagai ilmuwan tentu saja memiliki rasa penasaran yang besar. Tapi ia segera sadar bahwa yang dilihatnya bukanlah sejenis hewan primata seperti siamang atau orangutan.
Bahkan Uhang Pandak atau orang pendek cepat menyadari bahwa keberadaan mereka terlihat oleh manusia, sehingga dengan segera mereka cepat-cepat menghindar.
Uniknya, Uhang Pandak juga punya perlengkapan senjata berbentuk seperti tombak dan dibawa sambil berjalan tegak.
Van Heerwarden dan tim peneliti terus mencari informasi, walau usahanya tidak membuahkan hasil.
Sampai hari ini, makhluk di Gunung Kerinci yang dikenal sebagai Uhang Pandak, memiliki variasi yang membingungkan dari nama dialek setempat. Sampai sekarang pun masih belum teridentifikasi oleh ilmuwan.
Termasuk dalam cryoptozoology yang meneliti makhluk dari legenda
(foto: detik)
Sejak 1920-an, Uhang Pandak dari Jambi digolongkan dalam studi kriptozologi (cryptozoology). Cryptozoology fokus mempelajari keberadaan makhluk hidup yang asalnya dari cerita rakyat, legenda, atau mitos. Makhluknya disebut cryptids.
Setelah tahun 1990-an, penelusuran kembali dilakukan. Salah satunya adalah ekspedisi National Geographic. Ada lagi peneliti dari Inggris, Debbie Martyr yang rela menghabiskan waktu belasan tahun untuk melakukan penelitian.
Sama seperti Mr. Van Heerwarden tahun 1923, penelitian Debbie Martyr juga jauh dari harapan.
Setidaknya Debby Martyr menemukan bahwa mereka butuh habitat tersendiri yang tidak membaur dengan manusia. Sampai saat ini, keberadaannya pun masih menjadi misteri untuk masyarakat Jambi dan sekitarnya.
0 comments