inspirasi
Mengenal Katokkon, Cabai Ekstra Pedas dari Tana Toraja
Sudah menjadi hal biasa kalau orang Indonesia suka makan pedas. Kuliner pedas pun menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat berbagai usia.
Bahkan kekuatan seseorang untuk makan makanan pedas dengan level-level tertentu menjadi gengsi tersendiri di dalam pertemanan.
Buat sebagian orang yang mungkin kurang suka pedas, hal tersebut memang agak sulit dimengerti.
Kenyataannya, kuliner pedas masih banyak diminati di tanah air. Sepertinya ada yang kurang lengkap jika makan tanpa ada rasa pedas.
Semua orang tahu bahwa sumber dari rasa pedas berasal dari cabai. Di antara sekian banyak cabai terpedas, di Indonesia ada yang namanya cabai katokkon dari Tana Toraja.
Orang dari suku Toraja juga menyebutnya sebagai lada katokkon dan sering menghidangkannya di rumah makan khas daerah.
Baca juga: Tradisi Kamomose, Usaha Cari Jodoh ala Warga Buton Tengah
Sudah dikenal cukup lama oleh masyarakat Toraja sebagai bumbu masakanÂ
Bentuk dari cabai katokkon terlihat bulat tapi tidak sempurna. Tidak seperti cabai rawit, tapi bentuknya lebih mirip paprika mini.
Ukuran volumenya bervariasi, tapi rata-rata 3,5-5 cm. Warnanya pun beragam, mulai dari hijau tua, hijau muda, kuning, oranye, sampai merah.
Menurut Nurdiyansah Dalidjo yang menulis Rumah di Tanah Rempah (2020), cabai katokkon telah dikenal cukup lama di kalangan masyarakat Toraja.
Buktinya dalam lagu daerah yang legendaris berjudul Dolong-dolong ada lirik yang menyebut katokkon.
Bukan hanya berasa pedas luar biasa menyengat, tapi juga memiliki aroma yang membangkitkan nafsu makan.
Salah satu kuliner Toraja yang memakai katokkon sebagai bumbu tambahan adalah tu’tuk katapi lure, yaitu teri campur buah kecapi.
Sensasi pedasnya bisa berkali-kali lipat dibanding cabai rawit
Segala jenis cabai di dunia memang identik dengan rasa pedas, tapi rasa pedas juga punya tingkatan yang diukur dengan satuan SHU atau Scoville Heat Unit.
Katokkon memiliki ukuran kepedasan sangat tinggi, yaitu mencapai 600.000 SHU. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan cabai rawit yang ‘hanya’ 100.000 SHU.
Mengonsumsi katokkon dengan kadar yang wajar bisa memberi manfaat seperti menurunkan kolestrol, meredakan migrain, meredakan batuk berdahak, melancarkan aliran darah, sampai mencegah stroke.
Selain tu’tuk katapi lure, makana khas Toraja yang terkenal dengan bumbu tambahan katokkon adalah pangi atau pantollo pamarrasan yang dibuat dengan daging babi, daging kerbau, belut, atau ikan pari Toraja.
Baca juga: Misteri Kampung Pitu Gunungkidul, Hanya Dihuni 7 Keluarga
Banyak pelancong yang berminat untuk membelinya sebagai oleh-oleh
Cabai katokkon biasa dijual oleh pedagang pasar dan tempat wisata.
Menurut para penjual cabai lokal di dataran tinggi Toraja, tepatnya di Lembang Madandan, katokkon juga sering jadi oleh-oleh yang disukai pelancong.
Warnanya yang merah menyala cukup membuat orang-orang mudah mengenalinya dan kemudian tertarik. Biasanya penjual mengemasnya dalam wadah khusus seperti toples.
Tentang harganya, katokkon memang dijual dengan harga relatif lebih mahal daripada cabai lain. Tapi hal tersebut tidak menjadi masalah bagi peminatnya.
Meskipun terbilang mahal, tapi masih sangat terjangkau dan tidak semahal cabai aji charapita yang ratusan juta per kg.
Bagaimana kalau ingin menanam sendiri? Sekarang bibit cabai katokkon juga sudah bisa didapatkan di beberapa marketplace di Indonesia dengan harga yang bervariasi, yaitu mulai dari 10 ribu sampai ratusan ribu.
Proses untuk menanamnya bisa dilakukan dengan mudah di rumah
Cara untuk menanamnya cukup mudah, asalkan rajin merawatnya. Biji cabai yang sudah kering bisa disemai di dalam campuran tanah, pasir, dan pupuk organik.
Setelah biji ditaburkan merata, kemudian siram dengan air secukupnya.
Tempat persemaian bisa ditutup dengan daun pisang agar kelembapan terjaga. Ketika benih mulai tumbuh atau berkecambah, penutupnya bisa dilepas.
Setiap pagi dan sore bisa disiram untuk menjaga kelembapan tempat persemaian dan cabai bisa tumbuh lebih sehat.
Ketika umurnya tiga minggu dan daunnya mulai terlihat beberapa helai, setelah itu pindahkan ke media tanam yang besar.
Tempat pertumbuhannya harus terlindung dari air hujan atau sinar matahari berlebih. Setelah 3-4 bulan terhitung sejak masa penanaman, katokkon mulai berbuah dan siap untuk dipanen.
0 comments