inspirasi
Mengenal Pala Siau, Komoditas Ekspor dari Ujung Sulawesi
Sulawesi adalah sebuah pulau di Indonesia yang terkenal dengan beberapa tempat wisata, makanan khas, dan beragam budaya. Ternyata pulau ini juga terkenal dengan rempah-rempah yang melimpah.
Bahkan salah satu alasan penjajah datang ke Indonesia pada zaman dulu adalah karena rempah-rempah yang memiliki beragam rupa dan kegunaan.
Rempah-rempah seperti lada, cengkeh, kapulaga, jinten, bunga lawang, dan biji pala sudah umum sebagai bahan bumbu masakan khas Nusantara.
Salah satu dari rempah-rempah yang menjadi primadona di kancah internasional adalah pala siau atau nutmeg. Ternyata kualitas terbaik untuk ekspornya berasal dari tanah di ujung utara pulau Sulawesi.
Baca juga: Asal Usul Jabat Tangan, Tradisi Yunani Kuno Untuk Perdamaian
Asal usul biji pala Siau berasal dari kabupaten Kepulauan Sitaro
Beberapa sumber yang mengacu pada Jalur Rempah Nusantara dan buku Persyaratan Indikasi Geografis Pala Siau menyebutkan bahwa Kerajaan Siau didirikan pada 1510 oleh Raja Lokongbanua II (1510-1549).
Pada suatu periode, Kerajaan Siau tunduk dan menjadi bagian kekuasaan dari kerajaan Ternate. Hal ini tentu berpengaruh pada mobilitas penduduk kabupaten Kepulauan Sitaro.
Jalur perdagangan pun turut disebut memiliki andil sampainya biji pala dari tanah Ternate.
Para pedagang yang berlayar ke Ternate membawa berbagai barang ketika kembali ke tanah Sitaro, termasuk Siau, di antaranya adalah biji pala.
Kabupaten Kepulauan Sitaro sendiri memiliki keunggulan di alamnya. Keberadaan gunung Karangetang membuat tanah memiliki kandungan fosfor, kalsium, kalium dan magnesium yang cocok untuk berbagai jenis tanaman keras, seperti biji pala.
Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi kualitas biji pala yang tumbuh di pulau Siau.
Memiliki kualitas yang lebih unggul dibandingkan di tanah asalnya
Biji pala Siau berwarna coklat yang diselubungi selaput kulit tipis merah. Kulit tipis ini disebut fuli.
Biji pala yang tumbuh di kabupaten Kepulauan Sitaro ternyata memiliki hasil lebih unggul dari yang tumbuh di tanah asalnya, di Maluku.
Jika di Maluku cenderung memiliki karakteristik buah besar dan biji kecil, di Sulawesi karakternya kecil dengan biji yang besar. Perlu diketahui bahwa harga biji pala dilihat dari kualitas biji dan fulinya, bukan dari besar buahnya.
Selain itu, biji pala dari pulau Siau ini memiliki ciri khas dari bentuk yang hampir bulat sempurna dan tanpa kerut, berbeda dengan kebanyakan biji pala yang sering ditemui di pulau Jawa.
Aroma biji pala Siau juga terbilang khas karena kandungan zat miristisin yang mencapai 13,19 persen, sedangkan pala dari Banda hanya memiliki zat miristisin sebanyak 11 persen.
Minyak asiri yang dikandungnya pun cukup tinggi dibandingkan dengan pala dari daerah lain, yaitu sebanyak 80-100 persen.
Baca juga: Mengenal Bunga Tabebuya, Tanaman yang Indah dan Mirip Sakura
Berperan penting dalam memberdayakan ekonomi masyarakat
Pulau Siau sendiri pernah menjadi rebutan penjajah dari Uni Eropa pada masa kolonial di Indonesia.
Dengan kualitas biji pala Siau yang berkembang hingga saat ini, tidak terlalu mengherankan jika biji pala Siau menjadi primadona komoditas ekspor asal Indonesia terutama di pasar Uni Eropa.
Jika di Indonesia, pala lumrah dijadikan rempah penyedap masakan, industri lain ternyata juga banyak membutuhkan pala. Contohnya adalah sebagai salah satu bahan baku parfum, kosmetik, dan obat-obatan.
Biji pala komoditas ekspor dari Sulawesi Utara sebagian besar berasal dari Kabupaten Sitaro, menyumbang sekitar 75 persen dari total ekspor pala Indonesia.
Dengan hasil yang dimilikinya, biji pala Siau sudah memiliki SIG (Sertifikat Indikasi Geografi), yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor lingkungan geografis sehingga memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Negara-negara Uni Eropa turut membantu perbaikan kualitas panen biji pala
Dari seluruh keunggulan dan hasil gemilang yang didulang dari pala Siau ini ternyata juga menghadapi kendala, mulai dari hama, produktivitas, dan peremajaan tanaman biji pala.
Pala Siau juga sempat memiliki kelebihan kandungan aflatoksin yang memicu penolakan dari pasar Uni Eropa. Tapi, sampai sekarang upaya peningkatan mutu pun masih dilakukan berbagai instansi bersama dengan Uni Eropa.
Harga dari fuli hingga biji pala di pasar internasional berkisar antara 100 ribu sampai 350 ribu rupiah per kilogram.
Ekspornya tersebar cukup luas, mulai dari Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Mesir, Rusia, Amerika Serikat, Vietnam, dan Selandia Baru.
Dengan harga yang cukup tinggi dan permintaan yang konsisten, idealnya bisa membantu pemberdayaan ekonomi khususnya di tanah penghasilnya, di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara.
0 comments