inspirasi
Sejarah Air Minum Kemasan, Dulu Dianggap Aneh di Indonesia
Air minum kemasan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari yang berukuran gelas, botol, sampai galon, semuanya sudah tidak terlepaskan dari aktivitas manusia.
Di balik kepraktisannya, ternyata air minum kemasan tidak langsung laku. Dahulu masyarakat Indonesia sempat ragu meminumnya karena berbagai alasan. Tapi bertahun-tahun kemudian, kondisinya telah berubah.
Air minum kemasan sudah menjadi pilihan berbagai lapisan masyarakat, bahkan menjadi simbol status sosial kalangan masyarakat tertentu.
Baca juga: Sofbol: Sejarah, Ukuran Lapangan, Aturan Permainan, dan Istilah Penting
Perintisnya adalah orang Belanda yang memproduksi air minum kemasan merek Hyegeia
Orang yang merintisnya di Indonesia pertama kali adalah warga Belanda bernama Hendrik Freerk Tillema. Tillema memperkenalkan produknya dengan merek Hygeia.
Targetnya adalah penduduk Hindia Belanda di kota Semarang pada tahun 1910-an dengan sumber air berasal dari pegunungan yang ada di Jawa Timur.
Cara promosi yang dilakukan Tillema tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai memakai balon gas demi membuat iklan air Hygeia.
Belum pernah ada orang di sepanjang sejarah Hindia Belanda yang melakukan seperti itu. Bagi orang pribumi, harga airnya masih dirasa mahal.
Air minum kemasan di Indonesia baru dikenal 60 tahun kemudian setelah usaha yang dilakukan Tillema.
Air minum Aqua mulai dipasarkan oleh perusahaan yang didirikan oleh Tirto UtomoÂ
Tillema memang sudah tidak ada, tapi idenya masih dilanjutkan. Seorang Tionghoa bernama Kwa Sien Biauw juga memiliki niat untuk menjual air minum yang lebih bersih ke penduduk pribumi.
Kwa Sien Biauw lebih dikenal dengan nama Tirto Utomo yang mendirikan perusahaan PT. Golden Mississippi tahun 23 Februari 1973.
Produknya adalah air minum kemasan dengan merek Aqua. Sampai saat ini, brand image Aqua masih tetap kuat.
Sampai ketika bermunculan merek lain pun, banyak orang yang menyebutnya Aqua. Sebenarnya Tirto Utomo mendapat ide memproduksi air minum secara tidak sengaja.
Saat Tirto masih bekerja di Pertamina pada tahun 1971, ia ditugaskan hadir pada rapat bersama tamu delegasi perusahaan dari Amerika Serikat. Tapi rapatnya batal karena harus ke rumah sakit menjenguk istri dari tamunya.
Agar masyarakat lebih sehat, air dalam botol sudah dipastikan tidak terkontaminasi zat berbahaya
Istri dari tamunya terkena diare setelah minum air langsung dari keran. Tirto pun jadi berniat menyediakan air kemasan yang lebih bersih dan sehat di tengah masyarakat.
Sejak awal, komposisi yang terbayangkan adalah air murni dari pegunungan, tanpa warna, tanpa aroma, tanpa gula, dan tanpa pengawet. Air bening kemudian dikemas pakai botol dengan bahan kaca.
Koleganya setuju dengan idenya yang sesuai kebutuhan masyarakat saat itu. Apalagi masyarakat mulai sadar tentang pentingnya pola hidup sehat. Pertama kali, Aqua dijual pada tahun 1974.
Produk sudah melalui proses penyinaran UV dan proses ozonisasi demi memastikan bahwa produknya tidak terkontaminasi oleh zat berbahaya.
Baca juga: Asal-usul Dialek Ngapak, Bahasa Jawa Tertua yang Blak-blakan
Sempat kesulitan diterima masyarakat karena dianggap aneh dan harganya relatif mahalÂ
Tirto pada awalnya kesulitan untuk menjual produknya. Saat dijual ke orang asing, kebanyakan mereka tidak minat membeli karena masih ragu dengan kualitas produk Indonesia.
Lain lagi masalahnya ketika dijual ke masyarakat Indonesia sendiri.
Memang benar pola hidup sehat mulai menjadi tren, masyarakat tetap merasa heran dengan air minum kemasan di saat air bersih yang direbus pun sudah bisa diminum gratis.
Sampai tahun keempat sejak didirikan, Tirto masih saja sulit menjual produk air minum dengan botol kaca yang higienis.
Para pegawainya terus diingatkan untuk selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, baik di kantor maupun rumah masing-masing.
Ketika kemasannya diganti plastik ternyata hasilnya mengejutkan. Bisa dibilang kalau botol plastik adalah inovasi yang sangat penting sebagai pengganti kaca yang mahal.
Penjualan dengan kemasan plastik memang lebih laku, walau memunculkan masalah tersendiri
Jika dahulu botol kaca hanya terbatas, botol plastik bisa menembus pasar lebih luas yang sebelumnya tidak terjangkau. Setelah botol plastik ukuran kecil, ada juga kemasan lain berupa galon.
Bukan hanya air kemasan, usahanya berkembang jadi penyewaan dispenser. Meskipun berkembang pesat, tapi penggunaan bahan plastik juga mulai memunculkan sejumlah masalah.
Ketika botol plastik yang tipis berisi air minum diletakkan di dekat makanan atau benda yang berbau tajam, maka akan mudah tertular baunya.
Sejak plastik banyak dipakai di Indonesia pada tahun 1960-an, juga banyak perdebatan baru terkait penggunaannya.
Untuk beberapa daerah, air minum kemasan sempat menjadi simbol dari status sosial
Dari segi kualitasnya, perusahaan sebenarnya masih lebih suka Aqua dalam kemasan kaca. Tapi, jika bahan kaca diberlakukan, maka penjualannya terbatas.
Bagaimanapun, air minum kemasan terus diperluas area penjualannya sampai ke daerah-daerah yang masing terkendala dalam hal mencari air bersih.
Bagi masyarakat yang baru pertama mencobanya, air dalam kemasan gelas atau botol dengan merek tertentu bahkan menjadi simbol status sosial karena zaman dulu belum semua orang mampu membelinya.
Hal tersebut menjadi cerita tersendiri bahwa meskipun dahulu air minum kemasan dipandang aneh, ternyata tetap meningkat perkembangannya sampai sekarang.
0 comments