inspirasi
Sejarah Batu Akik, Perhiasan yang Ngetren Sejak Zaman Purba
Beberapa tahun yang lalu, batu akik sempat booming di Indonesia. Banyak orang yang membicarakan, mengenakan, atau memamerkan cincin yang dipasang di jari-jari tangan.
Trotoar di pinggir jalan pun disulap menjadi lapak dagangan batu yang unik ini. Orang tua dan anak muda ikut meramaikan demam batu mulia yang satu ini.
Sebelum ngetren dipakai masyarakat, ternyata batu akik telah melewati sejarah panjang. Tidak muncul begitu saja, tapi terbentuk dari proses yang membutuhkan jutaan tahun lamanya.
Baca juga: Cerita di Balik Permen Lollipop, Dulunya Berasal dari Pacuan Kuda
Sejarah batu akik sudah dipakai manusia purba sejak ribuan tahun
Di zaman logam, sekitar tahun 3000-2000 SM, manusia purba telah menggunakan batu mulia ini sebagai perhiasan.
Kabarnya, mereka biasa membuat perhiasan jenis kalung menggunakan berbagai macam bahan seperti batu akik dan tanah liat yang dibakar.
Menurut beberapa sumber, batu ini berasal dari magma cair di dalam perut bumi yang ada di kedalaman sekitar 160 km dari pemukaan tanah.
Magma cair dengan panas 1.000-1.300 derajat Celcius terdorong naik ke permukaan saat proses vulkanik.
Jika magma berhasil keluar, maka menjadi erupsi gunung api.
Sementara itu, jika magma terdorong ke permukaan secara perlahan-lahan melalui retakan, maka menjadi lapisan mineral dan batuan.
Terbentuk dari magma yang naik ke permukaan tanah dalam waktu sangat lama
Dalam proses naik ke permukaan tanah, magma cair mengalami proses pendinginan dan hidrotermal sehingga terbentuk menjadi batuan dan mineral.
Jika menjadi mineral, maka nantinya dapat berubah kembali menjadi nikel, emas, tembaga, besi, dan lain sebagainya.
Jika menjadi batuan, maka dapat berubah menjadi intan, batu koral, batu sungai, atau batu akik.
Menurut ahli geologi, batuan yang terbentuk pertama kali adalah intan dengan tingkat kekerasan yang mencapai 10 MOHS dan menjadikannya batuan terkeras di bumi ini.
Proses naiknya magma ke permukaan tanah ini berlangsung sangat lama, setidaknya memerlukan waktu jutaan sampai miliaran tahun sebelum akhirnya terbentuk menjadi batu akik.
Karena itu, batu mulia ini juga tidak berada di kedalaman yang cukup dalam. Sebaliknya, dia justru lebih banyak berada di permukaan tanah, bahkan dapat tersebar oleh arus sungai.
Baca juga: Ketoprak Truthuk, Kesenian Asli Jawa Tengah Yang Hampir Punah
Sejarah batu akik di Indonesia pernah disakralkan sejak era kerajaan Hindu Buddha
Di Indonesia, batu ini sempat menjadi benda yang dikuburkan dalam candi pada masa Hindu-Buddha.
Pada saat itu, yang dikubukan bukan hanya mayat atau jenazah, melainkan macam-macam benda seperti potongan berbagai jenis logam, saji-sajian, dan batu akik.
Selain itu, pada masa kerajaan, batu ini sempat dijadikan salah satu komoditas perdagangan.
Salah satunya adalah kerajaan aceh yang mengekspor perhiasan bebatuan seperti hablur, batu ambar, batu akik, dan batu mulia.
Sejak tahun 1930-an, masyarakat Nusantara sudah mulai menjadikannya sebagai perhiasan.
Hal ini dibuktikan dengan temuan yang ada di naskah Kawruh Makelar Barang Kina, sebuah naskah berbahasa Jawa karya P. Rubadi Wangsadimeja.
Dalam naskah tersebut dikisahkan berbagai cerita mengenai benda-benda yang umum diperjualbelikan di sekitar daerah Kedu, Jawa Tengah.
Masih tetap diburu dan dikoleksi oleh para peminatnya
Batu akik, bersama keris atau kulit binatang juga sempat dipercaya sebagai benda yang memiliki kekuatan magis sehingga diburu dan digemari oleh peminatnya.
Pada saat itu, banyak pedagang yang mencari benda-benda magis seperti itu batu akik dari masyarakat untuk dijual kembali dengan harga yang tinggi.
Menurut Sekretaris Jenderal Masyarakat Batu Mulia Indonesia, Sujatmiko, kabarnya batuan ini dapat ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia.
Dari 34 provinsi yang ada, hanya Jakarta saja yang tidak memiliki batuan akik.
Melihat proses pembentukan dan sejarah yang panjang tersebut, tidak berlebihan rasanya jika batu mulia ini disebut sebagai perhiasan yang ngetren sejak Zaman Purba.
Meskipun saat ini, batu akik tidak lagi populer di semua kalangan masyarakat Indonesia, namun masih sangat digemari oleh para kolektor.
0 comments