inspirasi
Sejarah Singapura, Awalnya Ditemukan oleh Sang Nila Utama dari Palembang
Negara Singapura memiliki sejarah yang sangat panjang. Lokasi yang kini menjadi wilayah Republik Singapura yang modern, awalnya bernama Pu-Lo-Chung.
Oleh bangsa Melayu zaman dahulu, nama Pu-Lo-Chung sering diucapkan dengan Pulau Ujung. Hal tersebut juga diperkuat lantaran posisi Singapura berada di ujung Semenanjung Malaya.
Pada abad ke-13, di Pu-Lo-Chung berdiri sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin Sang Nila Utama. Tapi saat itu wilayahnya belum bernama Singapura.
Sempat mengalami pergolakan, diperebutkan beberapa kerajaan besar, sempat terabaikan, kemudian mengalami kemajuan pesat.
Baca juga: Sejarah CIA, Badan Intelijen Amerika yang Dianggap Terbaik di Dunia
Berawal dari kedatangan Sang Nila Utama dari Palembang yang membangun kerajaan baru
Menurut The History of Singapore dari Jean E. Abshire, Singapura tidak terlepas dari sosok Sang Nila Utama yang patungnya kini terdapat di tepi sungai Singapore River.
Pada tahun 1299 Sang Nila Utama datang di wilayah yang saat itu disebut Tumasik atau Temasek.
Sang Nila Utama berasal dari lingkungan Kerajaan Sriwijaya, putra mahkota dari Sang Sapurba dan Wan Sundaria atau keturunan Demang Lebar Daun yang menjadi penguasa di Palembang pada abad ke-13.
Sriwijaya punya pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara. Termasek juga menjadi wilayah yang ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya Tapi, ketika Sang Nila Utama lahir, sedang mengalami situasi yang tidak stabil.
Saat Kerajaan Sriwijaya terpecah belah, Sang Nila Utama terpaksa pergi ke Temasek dan membangun kerajaan baru dengan gelar Sri Tri Buana.
Pertemuan dengan hewan singa di pantai menjadi momen bersejarah
Sang Nila Utama cepat menemukan adanya potensi di Temasek yang terpencil. Dibuatlah kesepakatan dengan penduduk asli. Secara berangsur, istana, tempat ibadah, fasilitas umum, dan peternakan dibangun.
Negara kota yang baru tumbuh juga masih terus disokong oleh komunitas masyarakat pelaut yang berperan penting dalam memerangi pembajakan atau mengendalikan perairan.
Sebelum membangun wilayah, sebenarnya ada sebuah momen bersejarah.
Saat akan berlabuh di pantai Temasek, Sang Nila Utama beserta anak buah mulai menjelajah daratan dan melihat ada seekor hewan besar namun gesit, rambutnya kemerahan dan terlihat mulia.
Ciri-ciri fisiknya sama seperti singha dalam mitologi Hindu dan Buddha.
Singha adalah bahasa Sanskerta untuk singa. Sosok singa sudah lama dihormati di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Bukan hewan biasa, tapi singa dianggap membawa keberuntungan dan memiliki hubungan khusus dengan raja. Pulau Temasek pun juga sering disebut dengan Singhapura, yang berasal dari kata singha (singa) dan pura (kota).
Baca juga: Acoustic Kitty, Kucing Fenomenal yang Pernah Menjadi Mata-mata CIA
Wilayah pulau Temasek sering menjadi rebutan kerajaan besar
Sepeninggal Sang Nila Utama, Temasek yang juga dikenal dengan Tumasik sempat jatuh ke Kerajaan Majapahit sejak tahun 1357.
Nama wilayah Tumasik pun disebutkan dalam Kitab Negarakertagama, yaitu wilayah yang ditaklukkan Majapahit sebagai hasil dari Sumpah Palapa yang terkenal dari Patih Gadjah Mada.
Ketika Majapahit terjadi konflik internal, daerah Temasek pernah lepas dari Majapahit dan beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Ayutthaya dari Thailand.
Pada tahun 1390 Majapahit kembali menguasai Temasek sampai akhirnya kembali direbut oleh Kesultanan Malaka dan dilanjutkan Kesultanan Johor.
Satu setengah abad kemudian Kesultanan Malaka maupun Kesultanan Johor tidak mampu berbuat banyak setelah kedatangan bangsa Portugis.
Temasek yang selalu diperebutkan oleh beberapa kerajaan besar akhirnya tidak lagi menarik setelah dibuat luluh lantak oleh Portugis pada tahun 1613.
Wilayah pemukimannya dibakar dan sekitar sungainya dianggap tidak punya potensi lagi.
Setelah sekian lama ditinggalkan, kemudian dibangun kembali oleh Inggris Â
Menurut catatan Victor Pursell dalam Orang-orang Cina di Tanah Melayu (1997), Temasek kemudian berubah jadi sarangnya para perompak yang memperebutkan harta rampasan.
Selang dua abad kemudian, yakni tahun 1819 orang-orang Inggris di bawah naungan East Indian Company (EIC) datang.
Pemimpinnya adalah Thomas Stamford Raffles. EIC memang ingin menemukan tempat yang strategis di wilayah Selat Malaka sekaligus menandingi Belanda berkuasa di Nusantara.
EIC yang mengatasnamakan Kerajaan Inggris waktu itu membuat perjanjian dengan pewaris dari Kesultanan Johor.
Wilayahnya kemudian jadi milik Inggris dan resmi berganti nama menjadi Singapura. Singapura modern dibangun menjadi kawasan yang semakin strategis sekaligus perwakilan Inggris di zona Asia Tenggara.
0 comments