inspirasi
12 Tari Tradisional Jawa Tengah, Unik dan Bersejarah
Jawa tengah memiliki ragam budaya seperti pakaian adat, senjata tradisional, bahasa daerah, tari tradisional, dan masih banyak keragaman budaya lainnya.
Namun, saat ini yang paling menarik perhatian dari keragaman budaya daerah tersebut adalah tari tradisionalnya.
Jawa tengah memiliki beberapa tari tradisional yang cukup unik dan menarik. Tari tradisional tersebut hingga kini masih tetap dilestarikan dengan cara dipentaskan pada pentas seni atau dalam acara resmi lainnya.
Walaupun berbagai kesenian daerah pada saat ini bagai dianaktirikan dan dilupakan oleh para generasi penerus bangsa, akan tetapi daya tarik dan keunikan kesenian tari tradisional masih banyak diminati oleh kalangan masyarakat tertentu di Indonesia.
Berikut ini beberapa jenis tari tradisional dari Jawa Tengah yang wajib kamu ketahui.
Baca juga: 8 Alat Musik Tradisional Betawi, Ada Tanjidor hingga Marawis
1. Tari gambir anom
Tari gambir anom merupakan tari tradisional yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah dan telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Dahulu, tarian ini ditampilkan ketika sedang menyambut para tamu agung di keraton.
Konon, tari gambir anom menggambarkan tokoh Irawan yang merupakan anak tokoh pewayangan sedang jatuh cinta kepada seorang wanita. Oleh sebab itulah, setiap gerakan tarian ini menunjukkan ekspresi seperti sedang jatuh cinta.
Pada awal kemunculannya, tarian ini hanya dimainkan oleh pria saja, namun seiring perkembangan jaman, tarian ini juga bisa ditampilkan oleh wanita.
Keunikan dari tari gambir anom ini adalah terdapat gerakan pantomim yang biasa dilakukan dalam tarian ini seperti bercermin, kebingungan, dan lain-lain sebagai penggambaran keadaan seorang remaja yang sedang jatuh cinta. Selain itu, juga menampilkan gerakan tarian yang gemulai.
Tari tradisional ini umumnya dimainkan oleh 7 orang penari. Ada beberapa gerakan di dalamnya seperti jengkeng, sembahan, hoyog, entrag, menthang, panggel, nyekithing, trap jamang, ulap-ulap, ukel, tawing-taweng, seblak sampur, kebyok, kebyak, debeg, gejug, napak, dan masih banyak gerakan lainnya.
Berbagai macam properti yang dipakai oleh para penari sangat unik, yakni kostum tokoh pewayangan dan juga kain sampur sebagai pelengkapnya.
2. Tari gambyong
Tari gambyong merupakan tari tradisional yang berasal dari Surakarta Jawa Tengah. Tarian ini biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau penyambutan para tamu.
K.R.M.T. Wreksadiningrat merupakan salah satu pelatih tari kerajaan pada masa pemerintahan Pakubuwana IX (1861-1893), membuat tarian rakyat ini menjadi sebuah tarian unik dan menarik sehingga pantas dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priayi.
Setelah tarian ini diperbarui, lalu tarian ini dipentaskan pada saat menyambut tamu di lingkungan istana Mangkunegaran.
kemudian, tari gambyong dibuat ulang dengan versi lain yang sudah dipatenkan dan dikenali sebagai Gambyong pareanom oleh seorang pelatih tari yang bernama Nyi Bei Mintoraras pada masa Mangkunegara VIII pada tahun 1950.
Tari gambyong dibagi atas 3 bagian yakni awal, isi, dan akhir. Atau dalam istilah Jawa Surakarta dikenal dengan sebutan maju Beksan, Beksan, dan mundur Beksan.
Gerakan yang menjadi pusat dalam tarian ini adalah gerakan kaki, lengan, tubuh, dan kepala. Namun, yang menjadi ciri khas gerakan dari tarian ini adalah gerakan tangan dan gerakan kepala.
Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan. Serta,
Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari yang luwes, kenes, kewes, dan tregel.
3. Tari serimpi
Tari serimpi merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari daerah Surakarta dan Yogyakarta. Tarian ini berawal dari masa kerajaan Mataram, ketika Sultan Agung memerintah tahun 1613-1646.
Konon, tarian ini menjadi tarian sakral karena hanya ditampilkan pada saat peringatan sultan naik takhta dan acara kerajaan.
Tahun 1775 kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan kesultanan Surakarta. Hal inilah yang menyebabkan tari serimpi dibagi menjadi dua wilayah yakni Surakarta dan Yogyakarta.
Dalam tari serimpi dibagi menjadi 3 bagian yakni maju gawang, tarian pokok, dan mundur gawang. Tarian ini dilakukan oleh 4 orang perempuan yang menggambarkan unsur kegagahan prajurit.
Busana yang dikenakan oleh penari pada awalnya adalah busana pengantin putri. Namun, seiring berjalannya waktu serta perkembangan jaman, para penari serimpi mengenakan seredan dan baju tanpa lengan.
Baca juga: 7 Nama Rumah Adat Sumatera Utara yang Masih Lestari
4. Tari bedhaya
Tari bedhaya adalah bentuk tarian tradisional Jawa Tengah yang dikembangkan di kalangan keraton-keraton pewaris takhta Mataram.
Tarian ini hanya di pertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan takhta raja di Kasunanan Surakarta. Tak heran jika tari bedhaya dianggap sebagai tarian suci dan sakral.
Awal mula tarian ini diciptakan adalah ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613 – 1645 sedang bersemedi. Kemudian, beliau mendengar senandung dari langit dan seketika terkesima.
Kemudian, beliau memanggil pengawalnya dan mengutarakan semua yang terjadi. Lalu, beliau menciptakan sebuah tarian yang diberi nama tari bedhaya ketawang.
Pada tahun 1755 terjadi pembagian wilayah. Hal tersebut berimbas pada tari bedhaya yang akhirnya diwariskan kepada kesunanan Surakarta.
Perkembangan tarian ini tetap dipertunjukkan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan takhta sunan Surakarta.
Uniknya, dalam memainkan tarian ini haruslah gadis suci dan tidak dalam keadaan menstruasi, sebab tarian ini dianggap sebagai tarian suci nan sakral.
Busana yang di gunakan penari dalam tari bedhaya ketawang adalah busana yang di gunakan oleh para pengantin perempuan Jawa, yaitu dodot ageng atau biasa di sebut basahan.
Sementara, pada bagian rambut menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya besar.
Untuk mempercantik tampilan, penari memakai aksesoris perhiasan di antaranya adalah centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga yang di kenakan pada gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan).
Tari bedhaya ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang di gunakan di antaranya adalah kemanak, gong, kendhang, dan kethuk.
5. Tari golek
Tari golek merupakan tari tradisional Jawa Tengah yang konon diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX setalah menonton pertunjukan wayang golek menak.
Tarian ini pertama kali dimainkan di keraton pada saat ulang tahun sultan yakni pada tahun 1943.
Busana yang dikenakan para penari terinspirasi dari Wayang Golek Menak Kayu, semua tokoh berbaju lengan panjang, sedangkan cara berkain menerapkan cara rampekan, kampuhan, cincingan, serta seredan disesuaikan dengan tokoh yang dibawakan.
6. Tari dolalak
Tari tradisional Jawa Tengah yang terakhir adalah tari dolalak. Tarian ini merupakan peninggalan Belanda, tak heran jika pada saat menampilkan tarian ini, para penari mengenakan kostum seperti yang dikenakan prajurit Belanda.
Konon, tari dolalak diciptakan karena terinspirasi dari pesta serdadu Belanda. Kemudian sekitar tahun 1940, tarian ini dikembangkan sebagai tujuan keagamaan dan politik untuk melawan pasukan Belanda.
Tarian ini dulunya hanya ditampilkan pada malam hari suntuk saat diadakannya acara seperti syukuran, khitanan, dan acara lainnya.
Namun, seiring berkembangnya jaman, tarian ini dimodifikasi sedemikian rupa agar terlepas dari bayang-bayang Belanda.
Kostum dan properti yang digunakan oleh penari saat menampilkan tari dolalak berupa baju lengan panjang dan celana pendek hitam. Corak khas dari kostum ini adalah warna keemasan pada bagian dada dan punggung.
Saat ini, tarian ini semakin dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dibuktikan dengan ditampilkannya tarian ini dalam beberapa acara resmi maupun tidak resmi seperti peringatan festival Kemerdekaan Republik Indonesia, Jambore Pramuka, hingga pertunjukan budaya antara daerah.
7. Tari bondan
Tari tradisional memang sarat akan makna dan filosofis, tak terkecuali tari bondan yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah ini.
Tari bondan memiliki arti filosofi yakni seorang ibu yang sayang kepada anaknya, dan menjaganya dengan sepenuh hati.
Dalam tarian tersebut, seorang penari wanita memegang boneka dan payung terbuka yang menggambarkan seorang ibu yang tengah menggendong anaknya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang.
Para penari tersebut kemudian menari dengan penuh hati-hati di atas kendi agar tidak sampai terinjak dan patah.
Tari tradisional ini dibagi menjadi tiga jenis, yakni bondan cidongo, bondan mardisiwi dan bondan pegunungan. Ketiga jenis tari bondan tersebut masing-masing mewakili perasaan, tingkah laku, serta perjuangan seorang ibu.
Tari bondan cidongo menggambarkan kesedihan seorang ibu muda yang baru saja melahirkan namun ditinggal oleh anaknya. Bondan mardisiwi menggambarkan kebahagiaan seorang ibu saat melahirkan seorang putra atau anak laki-laki. Sementara, Bondan pegunungan mengisahkan tingkah laku perempuan desa.
Walaupun tidak diketahui pasti siapa yang menciptakannya, namun tarian ini menjadi tarian yang wajib untuk dipelajari dan kerap ditampilkan di berbagai macam acara, baik acara adat maupun pentas seni.
8. Tari beksan wireng
Tari beksan wireng merupakan tari tradisional Jawa Tengah yang sudah ada sejak abad ke-11. Bisa dikatakan bahwa tarian ini sudah memiliki usia cukup tua.
Tarian ini merupakan tarian yang lestari di Kasunanan Surakarta & di Pura Mangkunegaran dan diciptakan oleh Prabu Amiluhur.
Tujuan diciptakan tarian ini adalah agar sang putranya kelak dapat mengelola keprajuritan dengan memanfaatkan persenjataan perang. Tidak hanya itu, beliau bermaksud agar putranya memiliki rasa cinta terhadap negeri dan tanah air.
Selain untuk putranya, tari beksan wireng juga diciptakan untuk menyemangati empat prajurit yang sedang bertugas untuk menjaga kerajaan.
Tarian ini juga dikenal dengan tari wireng yang pada saat ditampilkan, para penari laki-laki akan menggunakan kostum layaknya seorang prajurit istana dilengkapi dengan tombak dan tameng di tangannya, sehingga terlihat seperti seorang prajurit yang perkasa.
Dalam tarian ini, tidak terdapat dialog serta gerakan yang mencerminkan tentang suatu kisah tertentu. Pasalnya, tarian ini tidak mengandung cerita lain selain menggambarkan ketangkasan seorang prajurit saja.
9. Tari lengger
Tari lengger merupakan tari yang berasal dari Banyumas, Jawa tengah. Tari ini juga disebut dengan ronggeng, yang dimainkan oleh 2 sampai 4 orang pria yang menyerupai wanita dengan pakaian yang khas.
Tarian ritual tradisional khas Jawa Tengah kuno ini dimainkan dengan iringan musik calung, yakni gamelan yang terbuat dari bambu.
Dalam tarian ini terkandung makna filosofis yang sangat kental, sebab terdapat pesan yang ditujukan kepada setiap orang untuk bersikap membela kebenaran dan menyingkirkan keburukan dan kejelekan.
Uniknya, tidak hanya menari, para penari juga sambil bernyanyi dengan lantunan syair yang cukup menghibur.
Cir khas dari tari lengger ini adalah dari dandanan rambut yang dibuat seperti model konde dengan hiasan bunga melati dna kanthil. Di ujung atas, terdapat hiasan berwarna perak atau emas yang nantinya akan ikut bergoyang ketika penari melakukan gerakan.
10. Tari prawiroguno
Tari prawiroguno merupakan tari tradisional yang diciptakan setelah masa penjajahan dan berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.
Karena diciptakan setelah masa penjajahan, maka tarian ini memiliki tema peperangan dengan gerakan penari seperti layaknya seorang prajurit yang membawa senjata seperti pedang atau samurai. Tidak lupa, tameng juga digunakan untuk menangkal serangan musuh.
Gerakan dalam tarian ini sama seperti ketika sedang bersiap-siap menyerang dan menangkal serangan musuh.
Diceritakan, sebuah kisah tentang suasa mencekam pada saat perang antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Namun, di dalam tarian ini, penjajah sudah dikalahkan dan dipukul mundur.
Terdapat 3 syarat penting yang harus dipenuhi oleh penari dalam memainkan gerakan dalam tarian parwiroguno, yakni wiraga, wirama, dan wirasa.
Wiraga memiliki arti gerakan seluruh tubuh dengan selaras. Wirama berarti seluruh komponen yang berhubungan dengan irama atau iringan. Sementara, wirasa berarti kemampuan untuk menghayati sebuah tarian.
Untuk gerakan, tarian ini memiliki 6 gerakan inti, di antaranya maju beksan, beksan, sekaran, perangan, sekaran, dan mundur beksan.
11. Tari Jathilan
Sama seperti tari prawiroguno, tari jathilan juga menggambarkan seorang prajurit istana yang gagah. Bedanya, gerakan dalam tarian ini adalah seperti sedang menunggangi kuda.
Tari jathilan dianggap sebagai tari tradisional tertua di tanah Jawa yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Tari ini memiliki beberapa julukan yang juga cukup popular di telinga, di antaranya tari kuda lumping, jaran kepang, dan kuda kepang.
Kata jathilan berasal dari Bahasa Jawa, yakni “Jan” yang berarti “benar-benar”, serta “thil-thilan” yang berarti “banyak gerak”.
Dalam tarian ini, penari melakukan gerakan seperti sedang menumpas musuh dengan pedangnya yang tajam sembari menunggangi kuda dengan gagah perkasa.
Kuda yang ditunggangi bukan kuda asli, melainkan hanya kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit binatang. Namun, bentuknya menyerupai kuda sungguhan. Itulah mengapa tarian ini juga kerap disebut dengan kuda lumping atau kuda kepang.
Uniknya, dalam tari jathilan, para penari akan mengalami kesurupan, tak heran jika kerap disebut sebagai tarian yang penuh dengan unsur magis.
Tidak hanya para penari, para penonton pun terkadang juga mengalami kesurupan.
Saat penari kesurupan, mereka akan melakukan aksi yang cukup membuat jantung berdegup kencang. Pasalnya, mereka akan meraih apa pun seperti pecahan kaca, arang dan lain sebagainya.
Beberapa benda tak lazim tersebut akan dimakan. Walaupun cukup mengerikan, anehnya mereka tidak akan mengalami luka sedikit pun pada bibir.
12. Tari kendalen
Tari kendalen merupakan tari tradisional Jawa Tengah yang berasal dari Dusun Kendal, Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Awal mulanya, tarian ini diciptakan sebagai bentuk penghormatan atas keberanian prajurit sehingga berhasil mengalahkan VOC pada masa kepemimpinan Pangeran Sambernyawa.
Pangeran Sambernyawa yang memiliki nama asli Raden Mas Said berhasil melumpuhkan kekuasaan VOC Belanda walau harus mengorbankan banyak prajurit kerajaan.
Oleh karena itu, tarian ini diciptakan sebagai bentuk kekaguman kepada prajurit gagah dan berani yang telah berjuang mempertahankan wilayah kerajaan. Tarian ini juga untuk menyemangati para prajurit yang sedang berjuang dalam peperangan.
Dalam tari Kendalen, para penari mengenakan kostum khas prajurit Jawa Tengah. Baju atasan yang dipadu-padankan dengan celana sepertiga serta dilengkapi oleh kain batik di pinggang, membuat para penari terlihat gagah.
Tari tradisional ini dibawakan oleh 14 penari laki-laki yang dilakukan dalam dua babak, yakni babak bendrong dan babak umbaran.
Pada babak bendrong, para penari mengenakan topeng buta yang memiliki makna sebagai pengganggu. Sementara, pada babak umbaran diisi dengan gerakan penari yang menggunakan kuda. Kemudian, prajurit akan mengalahkan pengganggu yang diperankan oleh penari bertopeng.
Tarian ini memberikan kesan berani, gagah dan penuh semangat sama seperti prajurit yang sedang berada di medan pertempuran.
Itulah beberapa jenis tari tradisional Jawa Tengah yang unik dan bersejarah. Sebagai penerus generasi bangsa, kita harus selalu melestarikan keragaman budaya Indonesia, salah satunya dengan mempelajari tari tradisional..
0 comments