inspirasi
Tradisi Pojhian Hodo, Ritual Sakral Pemanggil Hujan dari Situbondo
Indonesia terkenal akan keanekaragaman yang membuat tanah air ini menjadi bangsa dengan banyak keunikan.
Dikarenakan banyaknya pulau dan kondisi alam yang juga beraneka ragam, Indonesia jadi memiliki beberapa tradisi unik yang berkembang di masyarakat.
Salah satunya adalah tradisi Pojhian Hodo, ritual sakral pemanggil hujan dari Situbondo, Jawa Timur. Apakah kamu sudah pernah mendengar sebelumnya?
Tradisi yang dikembangkan oleh masyarakat Pariopo ini lahir sebagai bentuk ritual untuk meminta turunnya hujan di tengah-tengah daerah tandus Situbondo.
Baca juga: Asal Usul Tradisi Mudik, Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Tradisi Pojhian Hodo berasal dari kehidupan masyarakat Pariopo di Situbondo
Masyarakat Pariopo merupakan bagian dari Desa Bantal di Kecamatan Asembagus, salah satu kecamatan yang terdaftar di kabupaten Situbondo.
Secara turun-temurun, Desa Bantal dihuni oleh penduduk yang berasal dari keturunan Jawa, khususnya Madura.
Secara geografis, Desa Bantal memiliki bentuk pemukiman yang cukup terjal dengan banyak bukit yang tersebar di seluruh kawasannya.
Para penduduk yang menghuni Desa Bantal ini pada umumnya bekerja sebagai peternak sapi maupun kambing, hingga bekerja sebagai petani.
Memang jika dilihat sekilas, perbukitan yang berada di Desa Bantal tampak seperti tanah yang subur. Namun sebaliknya, tanah di Desa Bantal ternyata sangat tandus dan membutuhkan turunnya hujan pada tiap tahunnya.
Asal usul lahirnya ritual Pojhian Hodo sejak zaman leluhur
Dikarenakan tandusnya tanah di kawasan Desa Bantal, masyarakat Pariopo pun menciptakan upacara sakral yang bertujuan untuk memanggil datangnya hujan.
Tradisi Pojhian Hodo telah berkembang sejak zaman leluhur Pariopo sebagai bentuk inisiatif untuk menanggulangi kemarau panjang yang membuat masyarakat kesulitan.
Biasanya, Ritual Pojhian Hodo akan diadakan rutin tiap tahunnya, tepatnya di setiap bulan Oktober-November. Upacara sakral tersebut diadakan secara besar-besaran oleh seluruh masyarakat Pariopo.
Inti dari ritual tersebut adalah permintaan kepada Tuhan supaya diturunkan hujan yang deras dan dapat membawa berkah untuk seluruh masyarakat.
Selang beberapa jam usai upacara Pojhian Hodo, biasanya hujan selalu turun sehingga masyarakat pun menjadi bersuka ria.
Baca juga: Kisah Mak Lampir, Putri yang Jadi Buruk Rupa Demi Cintanya
Prosesi upacara sakral Pojhian Hodo mengandung beberapa nilai pokokÂ
Prosesi Pojhian Hodo mengandung beberapa nilai pokok, yaitu historis, spiritualitas, sekaligus nilai estetis. Prosesi dimulai dengan melakukan pesucen atau yang diartikan sebagai prosesi penyucian diri.
Pelaksana upacara diwajibkan untuk melakukan penyucian diri menggunakan mata air yang dikenal dengan sebutan se capcap. Prosesi pesucen tersebut dipimpin langsung dengan pemangku ritual.
Tujuan memandikan diri dengan air se capcap adalah untuk menuju hati serta pikiran yang suci dan bersih, sehingga ketika mengutarakan harapan dan doa dapat terkabul.
Kemudian, di malam hari para pelaksana ritual akan bersemedi di goa yang dinamakan goa macan selama semalam suntuk untuk berdoa meminta hujan.
Ritual juga dilengkapi dengan penyembelihan kambing berwarna hitam sebagai bentuk sesajen ketika melaksanakan upacara sakral hodo.
Ada hal-hal unik yang dilakukan selama prosesi Pojhian Hodo
Tidak cukup sampai di situ saja. Setelah bersemedi di dalam goa macan, para pelaksana ritual akan melaksanakan perjalanan menuju suatu tempat yang disebut batu tomang, sebuah batu besar dengan bentuk mirip tungku memasak.
Di sana, para pelaksana ritual akan duduk bersila mengitari sesajen yang terdiri dari hewan kurban, tumpeng agung, dan berbagai sesajen yang lain.
Selanjutnya, pemimpin ritual akan menebarkan asap dupa dan mengelilingi setiap sudut tempat berlangsungnya ritual dengan iring-iringan lantunan tembang pamoji yang dinyanyikan oleh seorang pelaksana ritual yang lain.
Terdapat penari upacara pula selama berlangsungnya ritual, mereka sesekali ikut bernyanyi tembang pula.
Ketika pembacaan mantra, para pelaksana ritual yang lain akan mengangkat tangan dari atas bergantian ke bawah dengan perlahan dan diulangi sembari berdoa kepada Tuhan untuk meminta hujan.
Di puncak acara, penari ritual akan mengelilingi sesajen dan ritual ditutup dengan acara berdoa bersama dan menyantap makanan bersama.
Demikian lah sekilas tentang uniknya Tradisi Pojhian Hodo, Ritual Sakral Pemanggil Hujan dari Situbondo. Tradisi yang telah menjadi budaya ini patut untuk dilestarikan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk nilai spiritualitas.
0 comments